SANTRIMENARA.COM, NGAJI TAFSIR – Di bawah ini adalah catatan kecil pengajian rutin Tafsir Al Qur’an Jum’at Fajar yang diasuh langsung oleh KH M Sya’roni Ahmadi Kudus di Masjid Al Aqsha Menara Kudus pada Jumat Pahing (09/09/16). Ada 3 ayat dalam surat al-Baqarah (183-185) yang dijelaskan KH Syaroni Ahmadi pada catatan edisi “Shalat Tarawih Menurut KH. Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah” ini.
Ketiga ayat tersebut menerangkan tentang Kewajiban Puasa, Puasa Bagi Yang Sakit, Dalam Perjalanan dan Yang Tidak Mampu dan Nuzulul Qur’an. Berikut selengkapnya:
Surat Al-Baqarah 183 (Kewajiban Puasa)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”
Kewajiban puasa tidak hanya untuk umat Nabi Muhammad SAW tapi juga terhadap umat sebelumnya. Namun praktek dan rukunnya berbeda, sebagaimana shalat. Kewajiban shalat sudah dimulai dari Nabi Adam. Shalat Nabi Muhamad SAW sehari semalam 5 kali. Zaman Nabi Sulaiman shalatnya hanya Ashar saja, ada nabi yang wajib shalat dhuhur saja, ada yang shubuh saja. Ibadah haji juga merupakan syariat sebelum umat Nabi Muhammad SAW, namun praktek dan rukunnya berbeda-beda. Puasa umat Nabi Muhammad sebulan penuh di bulan Ramadlan. Terkadang 30 hari terkadang 29 hari. Walau hanya 29 hari kalau hitungan Ramadlan memang hanya 29 hari sudah dianggap sebulan penuh. Tidak ada puasa Ramadlan hanya 28 hari.
Puasa ada yang wajib sebagaimana puasa Ramadlan ada yang sunah sebagaimana puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah), Arafah (9 Dzulhijjah). Puasa Arafah disunahkan bagi orang yang tidak sedang melakukan ibadah haji. Bagi orang yang sedang menjalani ibadah haji lebih baik tidak melaksanakan puasa Arafah karena bagi dia puasa Arafah makruh hukumnya. Nilai kebaikan ibadah bukan pada praktik ibadahnya tapi pada ketaatan mengikuti perintahnya. Seperti halnya shalat bagi orang yang sedang haidl haram melaksanakan shalat. Orang laki-laki yang berhaji haram memakai tutup kepala dan wajib gundulan (membuka tutup kepala), tapi di luar waktu haji lebih baik memakai tutup kepala. Puasa juga ada yang haram sebagaimana puasa di hari raya dan hari tasyrik.
Surat Al-Baqarah 184 (Puasa Bagi Yang Sakit, Dalam Perjalanan dan Yang Tidak Mampu)
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (184)
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Bagi orang yang sedang sakit berat atau sedang perjalanan jauh menempuh jarak diperbolehkan qashr (masafat al qashr) diperbolehkan tidak puasa dan wajib menggantinya pada hari lain di luar bulan Ramadlan.
Masafat al Qashr menurut beberapa ulama:
Menurut Kyai Ma’shum Kuwaron Jombang 96 KM
Menurut Kyai Turaichan Adjhuri ahli Falak Kudus 92,5 KM
Menurut Kyai Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah 93,5 KM
Kyai Ahmad Dahlan itu ahli fiqih dan fiqihnya fiqih Safinah seperti kita. Adapun sekarang berbeda itu karena sudah dirubah oleh murid-muridnya. Saya (KH. Ahmad Syaroni) punya kitab karya KH. Ahmad Dahlan. Dalam kitab tersebut halaman 50 disebutkan dalam bahasa Jawa:
“Shalat tarawih yoiku shalat rong puluh rekaat, saben-saben rong rekaat kudu salam, wektune ono ing sasi poso sak wuse shalat Isya’.”
Artinya: Shalat tarawih yaitu shalat 20 rakaat, tiap-tiap 20 rakaat harus salam, waktunya di bulan puasa setelah melakukan shalat Isya.
Memang teks ini sengaja saya hafalkan. Saya senang menghafalnya karena sama dengan saya. Adapun yang melaksanakan 8 rakaat adalah murid-muridnya. Memang Nabi Muhammad SAW pernah melaksanakan 8 rakaat tapi hanya 3 hari saja untuk menunjukkan bahwa shalat tarawih itu tidak wajib. Banyak yang salah dalam memahami hal ini. Jika ada yang keliru pasti saya mengingatkannya.
Pernah ada yang bertanya kepada saya; “Kenapa orang yang sudah berangkat haji dipanggil Pak Haji sementara orang yang melaksanakan shalat atau puasa kok tidak dipanggil Pak Musholli atau Pak Shoim?” Saya jawab; “Puasa itu tiap tahun wajib, kalau sudah dipanggil Pak Shoim lalu tahun berikutnya tidak puasa kan tidak bisa dipanggil Pak Shoim lagi, demikian juga shalat, kewajibannya 5 kali dalam sehari. Kalau setelah shalat dipanggil Pak Musholli ternyata dia tidak tidak shalat lagi kan tidak bisa disebut Pak Musholli lagi. Beda dengan Haji yang wajibnya seumur hidup sekali. Ketika sudah selesai melaksanakan haji kan sudah gugur kewajiban seumur hidupnya.”
Al Qur’an mempunyai 3 Qira’ah: Qira’ah Sab’ah, Qira’ah’Asyrah, Qira’ah Syadzdzah. Dalam Qira’ah Syadzdzah bacaan وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ “Wa ‘alalladzina Yuthiqunahu” dibaca وَعَلَى الَّذِينَ يُطَيَّقُوْنَهُ “Wa ‘alalladzina Yuthayyaqunahu” yang artinya: “Dan bagi orang-orang yang dikuat-kuatkan berpuasa” Kalimat dikuat-kuatkan itu berarti tidak mampu berpuasa. Kemudian digunakan untuk menafsiri ayat ini dengan menambahkan “La” sebagaimana disebutkan dalam tafsir Jalalain: (وَعَلَى الذين) لا (يُطِيقُونَه) agar mudah difahami.
Bagi yang tidak mampu berpuasa diwajibkan baginya membayar fidyah 1 mud tiap satu hari yang ditinggalkan. Ukuran 1 Mud sama dengan ½ Kg (500 gram). Namun jika dilebihkan dari 1 Mud maka itu lebih baik. Bagi wanita yang sedang haidl haram puasa dan haram shalat. Puasanya wajib qadla shalatnya tidak wajib qadla. Bagi yang sakit atau sedang dalam perjalanan jauh jika kuat maka lebih baik puasa.
Surat Al-Baqarah 185 (Nuzulul Qur’an)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (185)
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Puasa wajib pada bulan Ramadlan bulan dimana Al Qur’an diturunkan (Nuzulul Qur’an). Al Qur’an turun dua kali, yang pertama Allah memerintahkan malaikat Jibril menurunkan Al Qur’an yang ada di Lauh Mahfudh dalam Q.S. Al Buruj ayat 21-22:
بَلْ هُوَ قُرْآَنٌ مَجِيدٌ (21) فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ (22)
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfudh.”
Lauh Mahfudh itu berada di atas langit shaf tujuh. Al Qur’an yang berada di Lauh Mahfudh itu ada 30 Juz. Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk menulis Al Qur’an 30 Juz. Malaikat Jibril memerintahkan malaikat Safarah untuk menulis sedang Jibril yang mendiktenya. Setelah lengkap 30 Juz kemudian diturunkan dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah. Baitul Izzah itu berada di langit shaf satu arah garis lurus di atas Ka’bah. Sehingga Al Qur’an 30 Juz ada 2, di Lauh Mahfudh dan di Baitul Izzah. Kemudian Al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur kurang lebih selama 23 tahun.
Nuzulul Qur’an pada bulan Ramadlan itu turunnya Al Qur’an dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah (Sama’ ad Dunya) dan bertepatan dengan Lailatul Qadr.
Allah memberi kemudahan dalam berpuasa. Jika tidak mampu berpuasa, sakit atau sedang dalam perjalanan boleh tidak berpuasa.
Sekilas keterangan tentang materi yang sesuai dengan momen kurban:
Kurban menurut Madzhab Syafi’i sunah, menurut Madzhab Hanafi dan Hanbali wajib. Waktunya mulai setelah pelaksanaan shalat Idul Adlha sampai berakhirnya hari tasyrik. Hari tasyrik menurut Madzhab Syafi’I tanggal 11-13 Dzulhijjah, menurut Madzhab Hanafi tanggal 11-12 Dzulhijjah.
Hewan yang dikurbankan itu Unta, Kerbau, Sapi atau Kambing. Kerbau atau Sapi 1 untuk kurban 7 orang. Pada umumnya banyak yang berkurban Kambing. Syarat kambing yang dikurbankan itu harus sudah powel. Untuk kambing domba (dla’n) usia 1 tahun masuk tahun kedua. Kambing kacangan (ma’z) usia 2 masuk tahun ketiga. Kulit kurban tidak boleh dijual tapi disedekahkan. Terkadang kulit kurban dijual kemudian hasilnya digunakan untuk upah yang menyembelih itu adalah praktek yang keliru.
Menurut Madzhab Syafi’i orang yang berkurban sunah boleh makan 1/3 dari daging kurbannya, kecuali apabila kurban nadzar. Orang yang kurban nadzar tidak boleh makan daging kurbannya. Santri Abadi (smc-777)