SANTRIMENARA.COM, NGAJI TAFSIR – Di bawah ini adalah catatan kecil pengajian rutin Tafsir Al Qur’an Jum’at Fajar yang diasuh langsung oleh KH M Sya’roni Ahmadi Kudus di Masjid Al Aqsha Menara Kudus pada Jumat Legi (23/09/16). Dalam surat al-Baqarah ayat 187 yang dijelaskan KH Syaroni Ahmadi pada catatan edisi “Idealnya, Berapa Frekwensi Hubungan Suami Isteri Musti Dilakukan?” ini. Ayat tersebut menerangkan tentang Hukum Berhubungan (Jima’) Di Bulan Puasa Dan Fungsi Suami Isteri.
Surat Al-Baqarah 187 (Hal-hal yang boleh dan tidak boleh saat puasa)
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (187)
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
Pada malam bulan puasa suami isteri boleh melakukan hubungan suami isteri. Suami adalah pakaian bagi isteri, isteri juga ibarat pakaian bagi suami. Al Qur’an menggunakan bahasa halus memakai kinayah untuk menggambarkan hubungan suami isteri. Fungsi pakaian umumnya adalah:
1. Menutup aurat
Suami harus pandai untuk menutupi aib isteri demikian juga sebaliknya.
2. Menjaga kesehatan
Setelah resmi menjadi pasangan suami isteri, harus bisa menjaga hubungan dengan melakukan hubungan suami isteri. Jangan sampai ditinggalkan, namun jangan pula keseringan. Menurut keterangan hadits frekwensi ideal “berhubungan” adalah minimal 1 kali dalam 4 hari. Bagi yang belum menikah Rasulullah SAW bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
”Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu untuk menikah, maka segeralah menikah, karena nikah akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena hal itu sebagai perisai..” (Muttafaqun alaihi)
Bagi yang telah mampu menikahlah, bagi yang belum mampu tahanlah. Bagi yang telah menikah tapi masih saja tertarik dengan wanita lain oleh Rasulullah diberi nasehat:
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً حَسْنَاءَ فَأَعْجَبَتْهُ، فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ الْبُضْعَ وَاحِدٌ، وَمَعَهَا مِثْلُ الَّذِي مَعَهَا
“Bila diantara kalian melihat seorang wanita cantik, lalu ia memikat hatimu, maka segeralah datangi istrimu! Karena sesungguhnya jenis kemaluan/kenikmatannya sama, istrimu memiliki apa yang dimiliki oleh wanita yang engkau lihat itu.” (Hr. At-Tirmidzi)
Sabda Nabi ini mengingatkan kita pada kisah Abu Nawas. Isteri Abu Nawas memiliki paras yang cantik. Setiap pergi ke pasar selalu diganggu oleh para lelaki mata keranjang. Abu Nawas memutar otak bagaimana cara memberi pelajaran para lelaki pengganggu isterinya. Ia pun pergi ke pasar untuk membeli ubi-ubian dan bahan makanan lainnya. Usai berbelanja, Abu Nawas pun langsung mempersiapkan undangan sembari memasak hidangan. Ia mengundang semua laki-laki di kampungnya. Sebab yang mengundang adalah Abu Nawas, dan di rumahnya ada sosok wanita yang cantik, laki-laki di kampungnya pun berbondong-bondong menghadiri undangan. Sesampainya di rumah Abu Nawas, dihidangkanlah makanan dari ubi-ubian (gaplek) yang telah diberi pewarna; merah, hitam, coklat, dan sebagainya. Tak perlu waktu lama, para tamu pun langsung menikmati hidangan dengan antusias. Mereka juga berhasrat menikmati makanan dengan bentuk dan warna yang berbeda. Ternyata, dari banyak warna itu, rasanya sama saja. Hingga, mereka saling berbisik menanyakan rasa hidangan yang dimakan.
Lama mereka berada di rumah itu, dan hidangan pun hampir habis, satu di antara mereka memberanikan diri untuk bertanya kepada Abu Nawas. “Hai, Abu Nawas,” ucap orang itu, “kami sudah lama di sini. Namun, kau tak sampaikan apa pun.” Lanjutnya bertanya, “Jadi, apa tujuanmu mengumpulkan kami?” Belum dijawab, ada orang lain yang menambahkan pertanyaan, “Terus, kenapa makanan yang kau hidangkan ini, rasaya sama semua, padahal warnanya berbeda?” Abu Nawas pun angkat bicara. “Saudara-saudaraku, aku mengundang hanya agar kalian menikmati hidangan itu,” tuturnya menerangkan, “yang kalian makan itu, tak ubahnya istri-istri kita.” Saat Abu Nawas berhenti, sebagian orang yang sering menggoda istri Abu Nawas pun mulai memahami maksud diundangnya mereka. “Memang,” lanjutnya, “bentuk fisiknya beda-beda.” pungkasnya “Namun, mereka sama wanitanya. ‘Rasa’nya juga sama.”
3. Pamer
Seorang isteri jangan hanya disibukkan dengan pekerjaan rumah. Sekali tempo isteri juga diajak kondangan, berlibur agar hatinya senang.
Hal-hal yang diharamkan ketika berpuasa tidak boleh dilakukan dimulai sejak fajar shadiq. Fajar ada dua: Fajar Kadzib dan Fajar Shadiq. Pancaran cahaya yang menjulang seperti ekor serigala dan setelah itu masih terlihat gelap, ini yang disebut fajar kadzib (fajar pertama). Sedangkan cahaya yang mendatar horizontal di ufuk, ini yang disebut fajar shodiq (fajar kedua). (smc-777)
Komentar
Masya Allah… sangat mencerahkan, izin share, nuwun