
DEMAK — Kabupaten Demak, yang dikenal sebagai pusat peradaban Islam terbesar di Jawa pada abad ke-15, terus berupaya menjaga dan melestarikan warisan budaya yang ditinggalkan Walisongo. Dalam upaya memperkuat peran tersebut, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Demak mengadakan Dialog Interaktif bertema “Desain Komunikasi Visual sebagai Sarana Pelestarian Budaya Walisongo”, Jumat malam (2/5/2025) di Masjid Islamic Centre Demak.
Dialog tersebut menghadirkan Zamzami Almakki, dosen tetap Universitas Multimedia Nusantara (UMN) sekaligus pemenang desain logo Muktamar NU ke-33, sebagai narasumber utama. Mengawali diskusi, Zamzami melemparkan sebuah pertanyaan sederhana namun reflektif kepada para peserta, “Mengapa kita lebih menyukai produk atau karya tertentu?”
Beragam jawaban dari peserta mengantarkan Zamzami pada penjelasan tentang konsep Barrier Information. “Manusia cenderung hanya ingin melihat dan mendengar apa yang sesuai dengan keinginannya,” ungkapnya.
Dalam sesi berikutnya, Zamzami memperkenalkan konsep Human Centered Design (HCD), yakni pendekatan kreatif berbasis kebutuhan, harapan, dan kekhawatiran manusia. Ia menekankan bahwa seorang kreator harus memahami audiensnya sebelum merancang produk. “Selain itu, solusi yang dibuat harus layak secara teknis (feasible) dan sesuai secara finansial (viable),” tambahnya.
Zamzami juga menjelaskan tiga tahapan penting dalam proses kreatif: Inspiration (memahami dan mengamati kebutuhan manusia), Ideation (menghasilkan ide), dan Implementation (mewujudkan ide menjadi kenyataan).
Sebagai bagian dari upaya melestarikan budaya Walisongo, Zamzami mengajak peserta untuk mengidentifikasi tantangan utama. Ia mengajukan beberapa pertanyaan mendasar: “Apa saja budaya Walisongo? Mengapa budaya ini sulit berkembang? Apa tujuan pelestarian? Dan siapa target audiensnya?”
Dari hasil diskusi, peserta mengidentifikasi budaya Walisongo meliputi wayang, gamelan, syiir atau kidung, serta barongan. Hambatan pelestariannya antara lain citra kuno, kurang menarik bagi generasi muda, dominasi informasi baru yang menggeser budaya tradisional, dan ketiadaan desain yang menyesuaikan perubahan zaman. Pelestarian budaya ini bertujuan untuk edukasi, refleksi sejarah, investasi budaya jangka panjang, membuka lapangan kerja, serta keuntungan ekonomi. Adapun target utama pelestarian adalah generasi muda usia 17 tahun ke atas, baik laki-laki maupun perempuan, tanpa memandang agama, khususnya mereka yang memiliki latar budaya serupa.
Menutup sesi diskusi, Zamzami menegaskan pentingnya pembaruan visual untuk menjaga relevansi budaya Walisongo. “Selain memperbanyak informasi konkret, kita perlu melakukan peremajaan visual agar budaya ini terus hidup dan berkembang sesuai zaman,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua PC PMII Demak, Nuruddin, mengapresiasi semangat peserta dan menekankan pentingnya aksi nyata. “Melestarikan budaya bukanlah tugas mudah, tetapi ikhtiar seperti ini harus terus kita jalankan. Ke depan, kami berharap dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak agar gerakan ini tidak berhenti di tataran wacana,” ujarnya.
Acara tersebut turut dihadiri berbagai organisasi kepemudaan seperti IPNU-IPPNU, Pagarnusa, Forum TBM Kabupaten Demak, serta mahasiswa dari Sekolah Tinggi Agama Islam Islamic Centre Demak.