Ngaji Tafsir

Ngaji Tafsir KH Sya’roni Ahmadi: Kisah Iblis dan Syeikh Abdul Qadir

4 Mins read

SANTRIMENARA.COM, NGAJI TAFSIR – Di bawah ini adalah catatan kecil pengajian rutin Tafsir Al Qur’an Jum’at Fajar yang diasuh langsung oleh KH M Sya’roni Ahmadi Kudus di Masjid Al-Aqsha Menara Kudus pada Jumat (05/08/2016). Ada 3 ayat dalam surat al-Baqarah (169-171) yang dijelaskan KH Syaroni Ahmadi pada catatan edisi “Kisah Iblis dan Syeikh Abdul Qadir” ini.

Ketiga ayat tersebut menerangkan tentang godaan nafsu, hukum mengikuti nenek moyang dan sifat orang kafir. Berikut selengkapnya, yang disusun oleh Ahmad Irham Anwari dari SantriMenara.Com. Insyallah redaksi akan konsisten mempublikasikan catatan pengajian rutin KH Syaroni Ahmadi setiap Jumat pagi di Masjid Al-Aqsha Menara Kudus. Jika ketinggalan, Anda bisa mengikuti tiap edisinya dalam rubrik Ngaji Tafsir.

1. Surat Al-Baqarah 169 (Godaan Nafsu)

إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ (169)

“Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”

Allah memerintahkan umat Islam untuk tidak mengikuti langkah setan, karena setan adalah musuh bebuyutan manusia dan selalu mengajak berbuatan jahat dan keji mulai Nabi Adam sampai hari kiamat dengan cara yang halus.

Setiap bulan Ramadhan Allah membuka pintu surga, menutup pintu neraka dan membelenggu setan. Namun anehnya, bulan Ramadhan masih saja ada manusia yang berbuat maksiat. Setan memang dibelenggu di bulan Ramadhan tapi leluasa mengganggu di luar Ramadhan dan manusia diberi nafsu dan akal.

Ketika Allah telah menciptakan nafsu, Allah pun berfirman, “wahai nafsu, siapakah engkau, siapakah aku?” lalu tanpa sopan nafsu berkata, “aku adalah aku, engkau adalah engkau.” Setelah itu Allah memerintah malaikat untuk menghukum nafsu di neraka.

Kemudian Allah mengeluarkannya dan berfirman, “wahai nafsu, siapakah engkau, siapakah aku?” lalu nafsu menjawab sebagaimana sebelumnya, “Aku adalah aku, engkau adalah engkau.” Lalu memasukkan nafsu ke dalam neraka dan dilaparkan.

Baca Juga  Ngaji Tafsir KH Sya’roni Ahmadi: Dahsyatnya Api Neraka Bagi Yahudi Penjual Agama

Kemudian Allah mengeluarkannya dan berfirman, “wahai nafsu, siapakah engkau, siapakah aku?” Nafsu berkata, “Engkau adalah Tuhanku, aku adalah hambamu.” Untuk meruntuhkan nafsu, umat Nabi Muhammad SAW diperintah berpuasa.

Berbeda dengan akal, ketika Allah telah menciptakan akal, Allah pun berfirman, “wahai akal, siapakah engkau, siapakah aku?” Akal menjawab, “aku adalah hambamu, engkau adalah Tuhanku.” Wajar jika satu kali ditanya akal langsung menjawab demikian karena Allah berfirman, “wahai akal, tidak aku ciptakan makhluk yang lebih mulia dari pada engkau.”

Kemudian Allah memasukkan nafsu dan akal ke dalam diri manusia. Nafsu adalah sekutu setan dan akal temannya ilmu. Dalam Qasidah Burdah Imam Al Bushairy berpesan:

وَخَالِفِ النَّفْسَ وَالشَّيْطَانَ وَاعْصِهِمَا ^ وَإِنْ هُمَا مَحَضَاكَ النُّصْحَ فَاتَّهِمِ

“Hindari dan lawanlah Nafsu dan setan. Bahkan ketika keduanya memberi nasehat tulus, tetaplah engkau curigai.”

Ketika kita menuruti nafsu maka tidak akan ada selesainya, sehingga nafsu harus disapih. Imam Al Bushairy berkata:

وَالنَّفْسُ كَالطِّفْلِ إِنْ تُهْمِلْهُ شَبَّ عَلَى ^ حُبِّ الرَّضَاعِ وَإِنْ تَفْطِمْهُ يَنْفَصِمِ

“Nafsu itu bagaikan anak kecil, kalau engkau biarkan sampai usia muda, dia tetap suka menyusu. Namun apabila kamu sapih makan akan berhenti.”

Setan juga mengajak kita untuk mengatakan sesuatu tanpa dasar ilmu, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Kita manusia akan mudah terbujuk godaan setan. Sekelas Sulthanul Awliya’ Syeikh Abdul Qadir al-Jailani juga tidak luput dari godaan Iblis.

Dikisahkan, suatu saat Syeikh Abdul Qadir al-Jailani sedang rajinnya menyendiri beribadah didatangi Iblis yang menyamar sebagai sosok guru tua. Syeikh Abdul Qadir bertanya, “ada keperluan apa mbah dan kamu itu siapa?” “Aku kesini ingin memberitahumu bahwa ibadahmu sudah lebih dari cukup,” jawab Iblis. “Aku adalah tuhanmu. Mulai saat ini telah aku bolehkan bagimu segala keharaman,” lanjutnya.

Baca Juga  Ngaji Tafsir KH. Sya’roni Ahmadi; Nabi Isa Masih Hidup

Dengan tegas Syeikh Abdul Qadir al-Jailani mengusir Iblis, “pergilah jauh-jauh wahai yang terlaknat!”. Seketika itu juga Iblis yang asalnya bercahaya menjadi gelap padam. Setelah lari menjauh, Iblis kembali menggoda lagi menemui Syeikh Abdul Qadir, “Abdul Qadir, kamu memang benar-benar alim. Telah banyak aku menyesatkan orang-orang hebat selain kamu.”

Maksud dari iblis berkata demikian biar Syeikh Abdul Qadir merasa paling alim. Dengan segera Syeikh Abdul Qadir menimpali, “saya bisa demikian itu karena diberi anugerah pengetahuan Allah SWT.” Santri yang mendengar cerita tersebut bertanya, “dari mana engkau tahu kalau dia itu setan?”, Syeikh Abdul Qadir menjawab, “dari perkataannya: telah aku bolehkan bagimu segala keharaman. Karena Allah SWT telah bersabda:

…إِنَّ اللَّهَ لا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ ….

“Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” (Q.S. Al A’raf: 28)

2. Surat Al-Baqarah 170 (Mengikuti Nenek Moyang)

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلاَ يَهْتَدُونَ (170)

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”.

Perbuatan kita saat ini ada yang cocok dengan nenek moyang kita dan ada yang tidak. Yang tidak boleh adalah mengikuti tradisi nenek moyang yang bertentangan dengan dasar Al Qur’an dan hadits, sedangkan mengikuti tradisi nenek moyang dengan berdasar Al Qur’an dan hadits maka boleh kita lakukan.

Misalkan ketika kita punya hajat nikah, khitan dan hajat lainnya kita melaksanakannya dengan membagikan “bancaan” kepada tetangga sekitar, maka tradisi ini justru diperintah oleh agama. Yang tidak diperbolehkan adalah membuat “bubur abang” lalu ditaruh di perempatan jalan.

Baca Juga  Penistaan Yahudi Terhadap Kitab, Nabi, Allah SWT Dalam Kajian Ramadlan Oleh KH Sya’roni Ahmadi

Perintah berbagi kebahagiaan ini sejalan dengan perintah Nabi kepada orang yang sedang memasak untuk memperbanyak kuahnya dan berbagi kepada tetangga. Minimal kita berbagi kepada 4 orang, satu tetangga depan, satu belakang, satu kanan dan satu kiri rumah kita. Bagi yang mampu bisa menyempurnakan paling tidak 40 rumah. Sedang yang membuat bancaan ditaruh di perempatan jalan adalah temannya setan dan hukumnya haram. Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ

Jika engkau masak masakan berkuah, perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu.” (H.R. Muslim)

3. Surat Al-Baqarah 171 (Sifat Orang Kafir)

وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لاَ يَسْمَعُ إِلاَّ دُعَاءً وَنِدَاءً صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ (171)

Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.

Orang kafir digambarkan seperti hewan yang tidak mengerti arti panggilan pengembalanya. Mereka tuli tidak mendengarkan hal yang haq (benar), bisu tidak pernah mengucapkan kebaikan, buta  tidak pernah melihat kebenaran dan tidak berakal tidak pernah mengerti pitutur. Semoga kita bisa menjaga nafsu kita sehingga mempunyai nafsu muthmainnah yang terhindar dari godaan setan. Santri Abadi. (smc-777)

Baca juga:
Ngaji Tafsir Jumat (12/08/16) Logika Sesat, Bangkai Lebih Halal Dari Hewan Sembelihan

Komentar
Related posts
KH. Sya’roni AhmadiNgaji Tafsir

An Nisaa 66-74: Reaksi Munafiqin Menerima Perintah Perang

3 Mins read
Dibaca: 2,422 SANTRIMENARA.COM, NGAJI TAFSIR – Di bawah ini adalah catatan kecil pengajian rutin Tafsir Al Qur’an Edisi Ramadlan yang diasuh langsung…
Ngaji Tafsir

An Nisaa 60-65: Berhakim Kepada Thaghut

3 Mins read
Dibaca: 2,749 SANTRIMENARA.COM, NGAJI TAFSIR – Di bawah ini adalah catatan kecil pengajian rutin Tafsir Al Qur’an Edisi Ramadlan yang diasuh langsung…
KH. Sya’roni AhmadiNgaji TafsirramadanUncategorized

Ngaji Tafsir KH. Sya’roni Ahmadi; Kisah Batu dari Surga

2 Mins read
Dibaca: 2,943 SANTRIMENARA.COM, NGAJI TAFSIR. Pengajikan KH. Sya’roni Ahmadi bulan Ramadan 1438 H masuk pada hari terakhir yakni pada Sabtu 17 Juni…

 

7 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.