SANTRIMENARA.COM, NGAJI TAFSIR – Di bawah ini adalah catatan kecil pengajian rutin Tafsir Al Qur’an Edisi Ramadlan yang diasuh langsung oleh KH M Sya’roni Ahmadi Kudus di Masjid Al Aqsha Menara Kudus pada Rabu (23/5/2018). Ada 6 ayat dalam surat an Nisaa’ (60-65) yang dijelaskan KH Syaroni Ahmadi pada catatan edisi “Berhakim Kepada Thaghut”.
Enam ayat tersebut menerangkan tentang Perilaku munafik yang mencari putusan hukum kepada selain hukum Allah dan RasulNya, penyesalan orang munafik dan alasan mereka berhakim kepada Thaghut, tujuan Allah mengutus seorang Rasul . Berikut selengkapnya:
An-Nisaa 60-61 (Orang-orang Munafik Mencari Putusan Hukum Kepada Ka’ab bin Asyraf)
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا (60)
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا (61)
Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.
Dua ayat ini mengungkapkan perilaku orang-orang yang mengaku dirinya beriman dan telah diperingatkan agar menjauhi Thaghut (orang yang sangat lalim) yaitu Ka’ab bin Asyraf, mereka justru mendekat kepada Ka’ab bin Asyraf dan meminta keadilan hukum kepadanya bukan kepada hukum Allah dan RasulNya. Apabila diajak oleh Rasulullah agar kembali kepada hukum-hukum Allah dan RasulNya mereka justru berpaling. Mereka adalah orang-orang munafik yang benar-benar telah berpaling.
An-Nisaa 62-63 (Penyesalan Orang Munafik dan Alasan Mereka Berhakim Kepada Thaghut)
فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا (62)
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.”
Ketika orang-orang munafik tertimpa musibah karena perbuatan kufur dan maksiat mereka sendiri, mereka menyesal dan mendatangi Nabi Muhammad SAW. Mereka beralasan dengan bersumpah kepada Allah bahwa tujuan mereka mengambil hukum kepada orang yang lalim, tidak kepada hukum Allah dan RasulNya adalah mencari jalan tengah dan menjaga permusuhan antar mereka orang-orang yang lalim.
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا (63)
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
Apapun alasan yang mereka utarakan Allah Maha mengetahui apa yang sebenarnya dalam hati mereka. Kepada mereka Allah perintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memberinya ampunan serta memberi nasehat yang keras lagi membekas dalam jiwa mereka.
An-Nisaa 64-45 (Tujuan Allah Mengutus Seorang Rasul)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا (64)
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Allah SWT mengutus seorang utusan tiada lain agar ditaati segala perintahnya dan berhakim kepadanya. Bukan untuk didurhakai atau diselisihi. Meskipun begitu apabila mereka orang-orang yang menentang dan berhukum kepada selain Allah kembali kepada Rasulullah SAW serta benar-benar bertaubat memohon ampun kepada Allah SWT maka Rasulullah SAW berbesar hati membimbing dan membantu mereka dengan memintakan ampunan kepada Allah SWT.
Umat Nabi Muhammad SAW memang beragam. Dikisahkan dari Abu Hurairah bahwa ada seorang sahabat menemui Rasulullah SAW:
فَقَالَ هَلَكْتُ فَقَالَ وَمَا أَهْلَكَكَ قَالَ وَاقَعْتُ امْرَأَتِي فِي شَهْرِ رَمَضَانَ قَالَ فَأَعْتِقْ رَقَبَةً قَالَ لَيْسَ عِنْدِي قَالَ فَصُمْ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا أَسْتَطِيعُ قَالَ فَأَطْعِمْ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لَا أَجِدُ قَالَ فَأُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ فَقَالَ أَيْنَ السَّائِلُ تَصَدَّقْ بِهَذَا فَقَالَ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنْ أَهْلِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرَ مِنَّا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْتُمْ إِذًا وَضَحِكَ
Kemudian ia berkata, “Aku telah celaka! “ Beliau bertanya: “Apa yang membuatmu celaka?” Ia menjawab, “Aku telah menggauli isteriku pada bulan Ramadan.” Beliau bersabda: “Bebaskanlah seorang budak.” Ia berkata, “Aku tidak memiliki budak.” Beliau bersabda: “Berpuasalah dua bulan berturut-turut.” Ia berkata, “Aku tidak mampu.” Beliau bersabda: “Berilah makan enam puluh orang miskin.” Ia berkata, “Aku tidak mendapatkan makanan.” Abu Hurairah berkata, “Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diberi keranjang yang berisi kurma“, kemudian beliau berkata: “Dimanakah orang yang bertanya? Bersedekahlah dengan ini.” Orang itu lalu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah aku harus bersedekah kepada orang yang lebih fakir dari keluargaku? Demi Allah, tidak ada di antara dua daerah yang berbatu hitam (yaitu Madinah) yang lebih fakir daripada kami.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kalau begitu untuk kalian saja.” Beliau berikan kurma tersebut sambil tertawa hingga nampak gigi-gigi taringnya.”
Kafarat bagi orang batal puasa karena menggauli istri pada waktu berpuasa adalah tertib sesuai urutan berikut:
1. Memerdekakan budak, jika tidak mampu maka
2. Berpuasa dua bulan berturut-turut tanpa putus, jika tidak mampu maka
3. Memberi makan 60 orang miskin tiap satu orang 1 mud
Rasulullah SAW adalah pribadi yang sangat dermawan. Dalam Syarh Bukhari karya Abi Jamrah disebutkan dari Rasulullah SAW bersabda:
أَنَا مَدِيْنَةُ السَّخَاءِ وَأَبُوْ بَكْرٍ بَابُهَا
Saya adalah kota kedermawanan dan Abu Bakar adalah pintunya.
Penyataan Rasulullah SAW adalah nyata, sehingga tidak ada yang bisa menandingi kedermawanan Abu Bakar setelah kedermawanan beliau. Dikisahkan bahwa ketika menghadapi perang Tabuk Rasulullah mengajak umat Islam untuk mengumpulkan amal untuk biaya perang. Umar bin Khathab berkata, “Rasulullah memerintahkan kami untuk bersedekah. Pada saat itu aku memiliki harta. Lalu aku berkata, ‘Hari ini aku akan dapat mendahului Abu Bakar. Lalu aku datang membawa separuh dari hartaku.” Rasulullah bertanya, ‘Tidakkah kau sisakan untuk keluargamu?‘ Aku menjawab,’Aku telah menyisakan sebanyak ini (separuh harta).’ Lalu Abu Bakar datang dan membawa harta kekayaannya. Rasulullah bertanya, ‘Apakah kamu sudah menyisakan untuk keluargamu?‘ Abu Bakar menjawab, ‘Saya telah menyisakan Allah dan Rasulullah bagi mereka.’ Umar berkata, “Demi Allah, saya tidak bisa mengungguli Abu Bakar sedikitpun.’
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (65)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
“Laa” pada kalimat Falaa Warabbika adalah zaidah (tambahan). Nabi Muhammad SAW dalam memberi nasehat itu biasanya dengan nasehat yang halus. Namun untuk hal ini Allah memerintahkan untuk memberi nasehat dengan kalimat yang pedas sehingga mereka menyerah dan kapok. (smc-777)