SANTRIMENARA.COM, NGAJI TAFSIR – Di bawah ini adalah catatan kecil pengajian rutin Tafsir Al Qur’an Jum’at Fajar yang diasuh langsung oleh KH M Sya’roni Ahmadi Kudus di Masjid Al Aqsha Menara Kudus pada Jumat Kliwon (07/10/2016). Ada 2 ayat dalam surat al-Baqarah (188-189) yang dijelaskan KH Syaroni Ahmadi pada catatan edisi “Sejarah Bubur Suro” ini serta tambahan ulasan tradisi buka luwur dan bubur suro.
Dua ayat tersebut menerangkan tentang Larangan memakan harta orang lain dengan jalan batil dan tentang bulan qamariyah. Berikut selengkapnya:
Surat Al-Baqarah 188 (Larangan memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil)
وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (188)
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Ayat ini melarang orang untuk memakan harta orang lain dengan jalan yang tidak benar. Diantara memakan harta orang lain dengan jalan yang batil adalah Maysir (judi) dan riba. Pengertian judi dalam kitab-kitab fiqih menyebutkan:
(وَالْمَيْسِرُ) هُوَ لَعِبُ الْقِمَارِ هُوَ كُلُّ لَعِبٍ تَرَدَّدَ بَيْنَ الْغُنْمِ وَالْغُرْمِ
Yang dimaksud Maysir adalah permainan judi yaitu setiap permainan yang mengandung spekulasi untung dan rugi. Ketika ada dua orang masing-masing membayar sejumlah uang kemudian melakukan permainan dengan ketentuan yang menang akan mendapatkan uang yang terkumpul maka itu termasuk judi. Namun apabila yang untung atau yang rugi hanya satu fihak maka hukumnya boleh. Misalkan zaid mengajak umar sebuah permainan dengan janji apabila umar bisa mengalahkannya maka zaid akan memberi sejumlah uang kepada umar dan apabila umar kalah maka umar tidak harus membayar zaid.
Hutang dengan mengambil keuntungan lebih itu termasuk riba dan riba hukumnya haram. Adapun apabila orang yang hutang memberikan lebih dari nilai hutang tanpa janji atau kesepakatan sebelumnya maka hukumnya boleh. Rasulullah SAW pernah berhutang seorang kambing yang masih kecil. Saat jatuh tempo Rasulullah SAW membayarnya dengan seekor kambing yang besar. Shahabat yang mengetahuinya bertanya: “Wahai Nabi dulu saat meminjam kambingnya kecil. Kenapa engkau membayarnya dengan kambing yang besar?” kemudian Nabi menjawab:
إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang baik dalam melunasi utangnya.”
Demikian halnya jika keuntungan dari fihak yang hutang. Sebagaimana jika yang berhutang membayar kemudian yang menghutangi memberikan kembaliannya maka boleh diterima.
Surat Al-Baqarah 189 (Bulan qamariyah)
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (189)
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
Bulan ketika tanggal 1 namanya Hilal, ketika tanggal 14 namanya Badr dan semuanya disebut bulan (Qamar). Sebagaimana kita menamai rambut di atas mata dengan sebutan alis, di atas bibir namanya kumis, bagian janggut namanya jenggot dan seterusnya yang kesemuanya disebut rambut.
Ketika shahabat bertanya kepada Nabi tentang bulan. “Ya Rasulullah! Mengapa bulan sabit itu mulai timbul kecil sehalus benang, kemudian bertambah besar hingga bundar dan kembali seperti semula, tiada tetap bentuknya?” Apabila Rasulullah SAW menjawab sesuai dengan pertanyaan tentang bagaimana proses peredaran bulan maka kurang begitu berfaidah. Allah SWT memerintah Rasulullah SAW lewat Al Qur’an untuk menjawab dengan jawaban yang lebih berfaidah. Bahwa perubahan bentuk bulan menunjukkan waktu yang digunakan untuk ibadah. Misalnya tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah ada puasa tarwiyah arafah. Bulan muharram tanggal 9 dan 10 ada puasa tasu’a dan ‘asyura lebih-lebih untuk para jama’ah haji.
Tradisi zaman dahulu ketika orang hendak berangkat haji tidak berani keluar dari pintu depan yang biasa mereka lewati, tapi mereka membobol pintu dari belakang. Tradisi semacam ini diingatkan oleh Al Qur’an bahwa nilai kebaikan bukan dengan membobol pintu dari belakang tapi kebaikan adalah dengan ketaqwaan kepada Allah.
Tradisi Buka Luwur Dan Sejarah Bubur Suro
Dalam kesempatan ngaji juma’at ba’dal shubuh kali ini KH. M. Sya’roni menyinggung tentang tradisi buka luwur di makam Sunan Kudus. Buka luwur adalah prosesi penggantian luwur atau kain mori yang digunakan untuk jirat, nisan dan cungkup makam Sunan Kudus tiap satu tahun sekali. Tradisi buka luwur tidak hanya terjadi di Kudus, bahkan di Makkah juga ada prosesi pasang luwur Ka’bah. Prosesi ini biasanya dilakukan ketika jama’ah haji sudah bertolak ke Arafah luwur Ka’bah diganti dengan yang baru.
Tanggal 10 ‘Asyura atau Muharram sarat dengan momentum bersejarah. Pada tanggal 10 ‘Asyura Nabi Musa AS diselamatkan dari kejaran Fir’an, Nabi Ibrahim AS diselamatkan dari api tanggal 10 ‘Asyura, Nabi Nuh AS selamat dari banjir bandang juga tanggal 10 ‘Asyura.
Dikisahkan bahwa ketika Nabi Nuh AS menghendaki kehancuran bagi orang kafir, Allah memerintahkan Nabi Nuh AS untuk menanam pohon jati yang nantinya dibuat kapal. Nabi Nuh AS menanam pohon jati selama 200 tahun, kemudian ditebang dan dibuatlah sebuah kapal besar dimana malaikat Jibril selaku arsiteknya. Kapal didesain 3 lantai, lantai bawah untuk hewan-hewan buas, lantai tengah diperuntukkan hewan yang jinak dan lantai paling atas untuk manusia pengikut Nabi Nuh AS. Saat datang banjir bandang Nabi Nuh AS memeriksa keempat anaknya. Sam, Ham dan Yafits telah berada di dalam kapal beserta istri-istrinya. Nabi Nuh AS tidak mendapati Kan’an putranya. Dikisahkan dalam Q.S. Hud ayat 42-43:
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ (42)
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.”
قَالَ سَآَوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ (43)
“Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.”
Umat manusia seluruh dunia tenggelam dalam banjir bandang kecuali yang berada dalam kapal. Nabi Nuh AS memasukkan tiap jenis hewan berpasang-pasangan. Hewan yang dipegang Nabi Nuh AS dengan tanggan kanan berjenis kelamin laki-laki dan yang dipegang tangan kiri berjenis kelamin perempuan. Nabi Nuh AS beserta penumpang kapal berada di atas kapal selama setengah tahun. Kapal berlayar mulai bulan Rajab dan turun pada tanggal 10 Asyura (Muharram). Lanjutan kisah dalam Q.S. Hud ayat 44 disebutkan:
وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (44)
“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim .”
Dikisahkan dalam kitab Nihayatuz Zain halaman 196, setelah kapal berlabuh Nabi Nuh AS memerintahkan pengikutnya untuk mengumpulkan bekal bahan makanan yang masih tersisa dibuat bubur untuk makan bersama sebagai rasa syukur kepada Allah SWT karena telah diselamatkan dari banjir bandang. Berdasar kisah ini tradisi umat Islam tiap hari ‘Asyura memperingatinya dengan membuat bubur biji-bijian. Terdapat 7 jenis bahan makan yang dimasak menjadi bubur oleh Nabi Nuh AS terangkum dalam syair bahr rajaz karya Al Hafidh Ibnu Hajar:
فِي يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ سَبْعٌ تُهْتَرَسْ * بُرٌّ شَعِيْرٌ ثُمَّ مَاشٌ وَعَدَسْ
Pada hari ‘Asyura tujuh (biji-bijian) dijadikan bubur; gandum (merah), jawawut (gandum putih), jenis biji-bijian masy, adas
وَحِمَّصٌ وَلُوْبِيَا وَاْلفُوْلُ * هَذَا هُوَ الصَّحِيْحَ وَالْمَنْقُوْلُ
Kacang putih, kacang polong dan kacang brul. Ini adalah yang shahih dan yang manqul (dikutip dari keterangan)
Tradisi bubur suro merupakan napak tilas diselamatkannya Nabi Nuh AS beserta pengikutnya dari banjir bandang dan termasuk sunah yang baik dilakukan.
Jika dikaji lebih dalam pelaksanaan haji juga merupakan napak tilas peristiwa bersejarah. Wuquf di Arafah itu napak tilas bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa. Nabi Adam turun ke dunia di gunung Himalaya India, Siti Hawa turun di Jeddah. Keduanya berjalan mencari satu sama lain dan dipertemukan Allah di Arafah. Sa’i antara Shafa dan Marwah adalah napak tilas Siti Hajar ketika kebingungan mencari air untuk putranya Ismail. Melempar jumrah juga napak tilas Nabi Ibrahim ketika akan melaksanakan perintah Allah menyembelih Ismail dibujuk rayu setan untuk menggagalkan tapi Nabi Ibrahim tidak goyah dan melempari setan dengan batu. (smc-777)