SANTRIMENARA.COM, KUDUS – KH. Noor Badri Syahid lahir pada 15 Januari 1926 di Desa Langgardalem No 198 Rt 02 Rw 01, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Lahir dari pasangan suami istri Syahid dan Romlah. Sejak kecil suka berpetualang untuk mencari ilmu, senang berdiskusi dan berorganisasi.
Kekayaan ilmiah KH Noor Badri didapat melalui muthala’ah secara mandiri atas kitab-kitab maupun ilmu pengetahuan yang berkembang saat itu. Sering juga ikut ngaji kepada para kiai di Kudus. Diantara gurunya adalah KH. M. Arwani Amin, KH. Turaichan Adjhuri dan KH. Ma’mun Ahmad.
Pada usia 23 tahun, KH Noor Badri menikah dengan Hj. Fatimah Zabidi, kemudian menikah lagi dengan Hj. Sukin Noor. Dari pernikahan dengan pertama lahir seorang putra bernama Ir. H. Yusron Noor. Dari pernikahan kedua, ia dikaruniai dua putri, yakni Dra. Hj. Noor ‘Aini dan Dra. Hj. Noor Jannah.
Kesibukan Kiai Noor Badri berdagang rokok milik H. Zabidi (mertua), tidak membuatnya melalaikan kewajiban mencari ilmu. Setiap berdagang ke luar kota, Noor Badri muda selalu menimba ilmu pada kiai tersohor daerah tersebut. Pada saat berdagang di Rembang misalnya, ia menimba ilmu kepada KH. Bisri Musthafa. Begitupun ketika berdagang di Pasuruan Jawa Timur, tak lupa beliau berguru kepada KH. Abdul Hamid dan lainnya.
Di kalangan keluarga maupun para sahabat, ia dikenal sebagai pribadi yang sayang kepada semua makhluk ciptaan Allah SWT. Tidak hanya kepada manusia, hewan maupun tumbuhan pun disayangi. Disamping penyayang, KH Noor Badri dikenal pemurah serta suka berbagi.
Di kalangan para sahabat, ia juga terkenal dzaka’ atau cerdas, senang berdiskusi tentang dalil-dalil dengan para kiai terutama di sebuah forum munadharah bahtsul masail.
Perjuangan Pendidikan dan Kiprah Politik
Kisah perjuangan Kiai Noor Badri untuk mencerdaskan anak bangsa, khususnya di Kota Kudus kala itu tak lepas dari rintangan dan tantangan yang berat karena terjadi pada masa pejajahan. Dari peran besar dan kepeduliannya terhadap pendidikan, Madrasah Banat, Qudsiyyah dan Mu’alimat berkembang hingga kini.
Awal berdirinya, Madrasah Banat dipelopori oleh KH. Masdain Amin (adik KH. M. Arwani Amin) pada tahun 1940. Akan tetapi, pada perjalananya kala itu, penjajah melarang anak-anak putri di seluruh Nusantara untuk bersekolah. Akhirnya Madrasah Banat mengalami mati suri pada saat itu. Demikian keterangan Dra. Hj. Noor ‘Aini, putri Kiai Noor Badri.
Kiai Noor Badri berjuang keras bagaimana caranya agar anak-anak putri di Kudus harus bersekolah kembali. Ia mendatangi rumah per rumah para orang tua anak didik putri, menjelaskan dan meminta ijin agar anak mereka bisa bersekolah kembali. Karena tidak setuju, sampai-sampai ada orang tua anak didik yang datang membawa sebilah senjata tajam ke rumah.
Begitupun dengan Madrasah Qudsiyyah yang pernah mengalami masa kekosongan (vakum) masa belajar akibat penjajah Jepang yang melarang segala sesuatu yang berbau Islam didirikan. Tahun 1950 KH. Noor Badri Syahid memelopori dan memperjuangkan kembali eksistensi madrasah khusus laki-laki yang didirikan KH Asnawi tersebut. Baca: Setelah Vakum, Madrasah Qudsiyah Dihidupkan Kembali oleh KH Noor Badri.
Ketika vakum, tempat belajar mengajar Qudsiyyah diselenggarakan di serambi masjid Al Aqsho Menara Kudus. Guru yang mengajar diantaranya adalah KH. Ma’ruf Asnawi, KH. Noor Badri Syahid, KH. Yahya Arif dan KH. Abu Amar. Pada tahun 1953, Qudsiyyah mendirikan SMPI yang pada tahun 1960 berganti menjadi MTs Qudsiyyah disusul selanjutnya MA Qudsiyyah dibuka pada tahun 1973.
Diantara santri ternama yang pernah belajar kepada KH Noor Badri adalah KH. Sya’roni Ahmadi dan KH. Hasan Askari (Mbah Mangli). KH. Noor Badri juga pernah terjun di dunia politik, antara lain menjadi anggota DPRD Gotong Royong (DPRD-GR) DPRD pertama di Indonesia sampai 4 atau 5 periode.
KH. Noor Badri Syahid meninggal pada Senin Pon, 17 Rajab 1411 H atau 08 Pebruari 1991 M, dimakamkan di pemakaman Sedio Luhur Krapyak Kudus.
Tambahan, jalan sebelah Barat Kaligelis, antara Jl. KH. Turaichan Adjhuri di bagian Utara (depan warung Ibu Datun) hingga tembus sampai Jl. Sunan Kudus di bagian Selatan adalah rintisan KH Noor Badri. Untuk mewujudkan itu, ia harus menjual 4 unit mesin rokok guna menebus tanah dan membayar tenaga kasar. Atas jasanya itulah, nama jalan tersebut diberi nama Jl. KH. Noor Badri Syahid. (smc-777/ edited-212)
Sumber keterangan: Dra. Hj. Noor ‘Aini dan Dra. Hj. Noor Jannah, keduanya putri KH. Noor Badri Syahid dari istri kedua Hj. Sukin Noor
Subhanallah luar biasa jasamu pak kh noor badri.
Semoga budi baik dan amalanmu diterima allah swt … aamiin.