
Jepara — Pesantren Roudlatus Sholihin di Desa Menganti, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, tampil sebagai pelopor dalam pengembangan kemampuan bahasa Mandarin di kalangan santri Salaf. Di bawah asuhan Kiai Abdul Hamid Al-Hafidz, pesantren ini menjadi pondok salaf pertama di Jawa Tengah yang mengintegrasikan pembelajaran bahasa Mandarin secara intensif, selain tetap mempertahankan kajian Al-Qur’an dan kitab-kitab klasik.
Pesantren ini mengambil langkah progresif dengan menjadikan bahasa Mandarin sebagai salah satu program unggulannya. Santri tidak hanya diwajibkan menguasai baca kitab kuning dan menghafal Al-Qur’an, tetapi juga dibimbing untuk mampu berbicara Mandarin aktif. Pembelajaran dilakukan secara intensif, termasuk penggunaan bahasa Mandarin di lingkungan asrama selama 24 jam penuh.
“Dengan penguasaan bahasa asing seperti Mandarin, santri kami diharapkan mampu menghadapi tantangan global. Ini bagian dari prinsip bahwa Islam adalah agama yang relevan sepanjang zaman,” ujar Ustadz Sholikul Hadi, salah satu dewan guru di Pesantren Roudlatus Sholihin.
Lebih lanjut, program ini dirancang untuk membekali santri dengan sertifikasi bahasa Mandarin melalui ujian Hanyu Shuiping Kaoshì (HSK). Harapannya, lulusan pesantren memiliki peluang lebih luas untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, baik di dalam negeri maupun luar negeri, khususnya di Tiongkok, melalui jalur reguler maupun beasiswa dari berbagai lembaga, termasuk PBNU dan kedutaan besar.
Untuk mendukung pendidikan formal, santri dapat menempuh jenjang Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di Madrasah Matholi’ul Huda Bugel Jepara atau di Darul Hikmah Menganti. Bagi yang berminat memperdalam bahasa Mandarin sambil berkuliah, tersedia jalur ke Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara.
Ponpes Roudlatus Sholihin mengembangkan konsep pendidikan berbasis pesantren klasik yang adaptif terhadap perubahan zaman. Ini sejalan dengan semangat pondok-pondok besar lain di Indonesia, seperti Nurul Jadid Probolinggo, Amanatul Ummah, dan Gontor, yang telah lebih dahulu mengadopsi pendekatan modern dalam pendidikannya.
Program bilingual di Roudlatus Sholihin dipandang sebagai inovasi strategis dalam membangun reproduksi sosial yang lebih baik. Kemampuan berbahasa Mandarin diyakini akan meningkatkan mobilitas sosial para santri setelah mereka lulus. Mereka diharapkan tidak hanya menjadi ulama atau tokoh agama, tetapi juga akademisi, diplomat, atau profesional di berbagai bidang internasional, tanpa kehilangan karakter Ahlussunnah Wal Jamaah yang menjadi identitas pondok.
Selain fokus akademik, penerapan disiplin berbicara Mandarin di asrama diatur secara seksama. Santri putra dan putri dipisahkan sesuai gender untuk mengoptimalkan pembelajaran. Setiap hari, mereka didorong untuk berkomunikasi dalam bahasa Mandarin, baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam praktik diskusi dan presentasi.
Langkah berani yang diambil Roudlatus Sholihin ini telah menarik perhatian masyarakat dan menjadi model baru bagi pesantren salaf di wilayah Jawa Tengah. Dengan visi ke depan, pesantren ini ingin menjadi pionir yang mendorong berdirinya lebih banyak pesantren berbasis penguasaan bahasa asing, khususnya Mandarin, di berbagai daerah.
“Dengan memperluas kapasitas intelektual dan keterampilan bahasa, kami ingin santri Roudlatus Sholihin menjadi generasi yang mampu mengangkat harkat dan martabat umat, tanpa tercerabut dari akarnya,” pungkas Ustadz Sholikul Hadi.
Inovasi ini mencerminkan ikhtiar Roudlatus Sholihin dalam membangun santri yang tidak hanya shalih secara agama, tetapi juga berdaya saing dalam skala nasional dan internasional. Pondok ini meyakini, dengan semangat adaptasi dan keunggulan intelektual, lulusan pesantren mampu berkontribusi lebih besar bagi kemajuan bangsa dan umat.