KH. Fadlil Mahfoedz lahir pada tahun 1915 di Desa Ngemplak Undaan Kudus. Beliau memiliki keturunan asli dari masyarakat dusun yang agraris. Dari garis ayah, beliau memiliki silsilah dengan KH. Ambar, kemudian H. Hasan, dan seterusnya sampai Ki Ageng Selo. Kemudian melakukan rihlah ilmiah ke daerah Kajen, Pati. Sepulang ke kampung halaman beliau mengabdi untuk desanya. Langkah pertama yang ditempuh adalah mengajar al-Qur’an dan kitab-kitab fikih. Pengajian putra dilaksanakan di langgar atau surau sedangkan putri di rumah. Seiring dengan pejalanan waktu, tepatnya pada tahun 1957 dengan dukungan masyarakat kampung beliau mendirikan Madrasah Diniyah Masholihul Huda, dibantu oleh para tokoh masyarakat diantaranya Kepala Desa H.Soeyono, Sudirno (tokoh masyarakat). Adapun tujuan didirikannya madrasah diniyah adalah sebagai berikut:
- Memperluas wawasan keagamaan kepada para pemuda pemudi di lingkungan sekitarnya sekaligus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
- Memperkenalkan metode pengajian ala terjemah melayu alias pegon dalam mempelajari Agama Islam.
Adapun alasan yang melatarbelakangi didirikannya madrasah diniyah adalah masih kurangnya masyarakat Ngemplak dalam memperoleh pendidikan agama, karena kebetulan Desa Ngemplak berada jauh dari pusat-pusat pengajian dan pendidikan agama. Sebagai gambaran ekonomi masyarakat, di Ngemplak mayoritas masyarakat agraris yang sehari-hari bekerja di sawah, baik pemilik tanah ataupun buru tani. Itupun dalam setahun, masyarakat Ngemplak hanya dapat menanam padi sekali setahun, pari nandi yang rata-rata umur 9 bulan. Dengan gambaran ekonomi seperti ini, hanya mereka yang berkecukupan ekonomilah yang dapat melanjutkan pendidikan di pusat-pusat pendidikan agama di Kudus.
Madrasah Diniyah Masholihul Huda, yang pertama kali didaulat menjadi kepala madrasah adalah Bapak Mohamad Sidik. Pada tahun 1961, ketika dipimpin oleh Bapak Suhadi, masdrasah dan langgar terus berkembang dalam asuhan KH. Fadlil Mahfoedz. Ketekunan dan kesabaran beliau menumbuhkembangkan wawasan keagamaan masyarakat Ngemplak.
Khusus untuk langgar atau surau, beliau terjun langsung menangani sendiri. Dalam kesehariannya, beliau dibantu oleh beberapa pemuka masyarakat dan santri seniornya, seperti Kyai Kasturi, Kyai Sulhadi, Kyai Abdul Ghofur, Kyai Suwardi, Kyai Ruhani, dan sebagainya. Dalam kepemimpinan beiau, langgar Al-Ittihad, sesuai namanya yang berarti persatuan, diperankan sebagai media yang mempersatukan masyarakat dalam segala hal. Mereka bersama-sama berlomba-lomba dalam kebaikan dan menjunjung tinggi kalimat Allah (lii’laai Kalimatillah). Ada contoh yang amat mengharukan ketika membangun langgar, ada seorang pengusaha besar yang berkeinginan membantu secara keseluruhan, tetapi dengan penuh kearifan dan kebijakan, beliau menolak dengan halus, karena berkeinginan masyarakat untuk mandiri dalam segala hal. Selain itu, oleh masyarakat, beliau juga dikenal sebagai pribadi yang tidak pernah marah. Dalam suatu ketika, beliau berujar pada para santrinya, “ojo nesu-nesu, soale nesu ora bakal ngrampungake masalah, malah dadi ra karu-karuan. Nabi Muhammad ora tau nesu, mesti karo musuh musuhe.”
Di sampimg mengasuh Langgar dan Madrasah, beliau juga sehari-hari diamati sebagai Nadhir Masjid At-Taqwa Ngemplak. Di sela-sela kesibukannya dalam mengurusi masjid, langgar dan madrasah, beliau masih sempat berdagang hasil-hasil pertanian (padi dan palawija) dan dukun sunat. Dari berdagang inilah ada kebiasaan beliau yang dikenal tidak lazim, yaitu tidak menawar harga. Sekali ditawarkan penjualnya, langsung dibeli. Sementara dalam hal dukun sunat, pernah tejadi keunikan. Ketika memotong kulit zakar sesorang, tidak dapat putus, padahal pisau diasah amat tajam. Akan tetapi atas seizin Allah, dengan bagian luar atau bagian yang tumpul, malah dapat putus.
Dalam kehidupan masyarakat, beliau dikenal dengan beberapa hal sebagai berikut:
- Di masa penjajahan, beliau bergabung sebagai anggota Laskar Hizbullah.
- Senang beramal jariyyah dengan membangun madrasah diniyah (1957) dengan tanah berasal dari kakaknya (Kholil Maksum) yang penyerahannya pada tahun 1955 (sebagai wakaf) dan sekarang sudah bersertifikat wakaf.
- Memberikan brangkal (bongkaran rumah tembok) untuk jalan kampung gang 8 yang pada waktu itu masih becek berat (blekuk, mathol dalam).
- Menggalakkan masyarakat agar suka amal jariyyah.
- Pada waktu pembangunan masjid ada pengusaha yang akan menanggung semua biaya, tetapi ditolak dengan halus, supaya masyarakat giat dalam pembangunan dan beramal jariyah membangun masjid.
- Sebagai tokoh agama/kyai yang aktif dalam kepengurusan NU dan fatwanya selalu menjadi rujukan masyarakat setempat.
- Suka menolong sesama antara lain: nambani wong edan dan memberikan modal kepada orang yang membutuhkan
Dari perjuangan KH. Fadlil Mahfoedz banyak tauladan yang bisa kita gali diantaranya :
- Suka menolong diantara sesama
- Senang beramal jariyah
- Pekerja keras
- Pemimpin yang arif dan bijaksana
- Semangat berjuang yang tinggi
- Ketekunan dan kesabaran yang menumbuhkan wawasan keagamaan masyarakat sekitar
Referensi: Abdullah Hanif, 2003. KH. Fadlil Mahfoedz Menebar Keteladanan Menanti Kesuksesan (Haul ke-33)