SANTRIMENARA.COM, KUDUS – Forum Grup Discussion (FGD) yang digelar satu rangkaian dalam acara Konferensi Cabang (Konfercab) IPNU/IPPNU di SMK Ma’arif Prambatan, Kaliwungu, Kudus pada Jumat (12/08/2016) sore, jadi ajang curhat antar senior kepada 150 kader pelajar NU yang hadir.
Selain silaturrahim, FGD yang disebut panitia sebagai majelis alumni tersebut bertujuan untuk membangun silatul fikri (komunikasi ide) antar penggerak NU dalam rangka memberdayakan kader pelajar IPNU/IPPNU agar tetap solid dan istiqamah belajar, berjuang dan bertaqwa.
Hadir sebagai narasumber antara lain Agus Hari Ageng (Sekterataris PCNU Kudus), Anif Farizi (LP Maa’rif Kudus), KH. Moh Afif Hanafi (Ketua Rabithatul Ma’ahid al-Islamiyyah (RMI) NU Cabang Kudus) dan Hj. Siti Khuriyati Rf (Senior IPPNU Kudus angkatan ke-3). Banyak hal terungkap terkait sejarah, tantangan dan potensi pelajar NU di Kudus dari forum yang dimoderatori Sholeh Syakur tersebut.
Dulu, kata Khuriyati (69), sebelum Orde Baru berkuasa, Pimpinan Komisariat (PK) IPNU dan IPPNU sudah ada. Namun, karena suatu hal, PK ditiadakan, dan struktur paling bawah adalah Pimpinan Ranting, disingkat PR. “Era sekarang peluang PK sudah terbuka mari perkuat Aswaja Nusantara,” kata Khuriyati yang pernah menjabat ketua IPPNU 1965 itu.
Sejarah juga mencatat, pada tahun 1971, PK juga pernah didirikan oleh Kaharuzman (alm) bersama Anif Farizi di beberapa madrasah yang kemudian sekretariat cabangnya ditempatkan di Madrasah Banat NU Kudus. Bahkan, kata Anif Farizi, ketika itu sudah muncul PK di Ponpes, bertempat di Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin, Jl. KHR Asnawi, Bendan Kudus.
Karena itulah, Farizi mengharapkan agar pada Desember 2016 semua kepala madrasah dan sekolah di bawah naungan LP Ma’arif NU Kudus bisa memfasilitasi berdirinya PK di masing-masing tingkatan sebagaimana pernah ada 47 tahun silam tersebut.
“Insyallah Forum Komunikasi Kepala MA dan MTs di lingkungan LP Ma’arif Kudus besok hari Sabtu (13/8/2016) akan membahas aturan teknis pembentukan PK IPNU-IPPNU di Kudus,” terang Farizi disambut tepuk tangan.
Namun, untuk mendirikan PK, para guru pengajar ke-NU-an atau ke-Aswaja-an harus mendapatkan pelatihan materi terlebih dahulu. Menurut Sekretaris PCNU Kudus Agus Hari Ageng, selama ini guru pengajar ke-NU-an banyak yang bukan aktivis NU. Bahkan, lanjut Agus, ada waka kesiswaan yang tidak paham struktur organisasi NU. “Ini yang menghambat berdirinya PK di madrasah,” imbuhnya.
Akibatnya, ketika keder pelajar NU bergaul dengan kelompok yang memiliki pemahaman di luar ahlus sunnah wal jama’ah, mereka terpengaruh. KH Moh Afif Hanafi, pembicara lain sempat mengisahkan pengalaman seorang guru agama di sekolah (bukan madrasah) yang mengakui ada siswanya ketika pulang jadi sarjana sudah berani membid’ah-bid’ah kan amalan yang dulu pernah ia praktikkan semasa aktif di IPNU.
“Ini karena tidak ada pengawalan kader ketika kuliah, akhirnya mereka keluar manhaj,” ujar Gus Afif, panggilan akrab putra Kiai Hanafi Jekulo tersebut. Ia juga meminta agar FGD Konfercab pertama di Kudus kali ini bisa mengawal kader yang terlena oleh pesona pemahaman yang melenceng dari Islam Aswaja, “mushalla dan masjid warga Nahdiyin harap dijaga jangan sampai dicuri orang lain,” tambahnya meneruskan pesan KH Masdar F. Ma’udi, pengurus PBNU.
Di akhir diskusi, FGD merekomendasikan kepada semua alumni IPNU/IPPNU untuk mengawal keder pelajar NU tersebut hingga ke jenjang perguruan tinggi. Bersama LP Ma’arif, majelis alumni akan mendirikan asrama NU di sekitar kampus wilayah Semarang. Konsep itulah yang disebut oleh RMI sebagai boarding school atau asrama pesantren, yakni model pesantren inklusif yang kini diminati masyarakat urban. (smc-988/ edited-212)