Ngabuburit menjadi salah satu tradisi khas Indonesia untuk menghabiskan waktu menanti berbuka puasa selama Ramadan. Santri Mengglobal mengajak santri Indonesia untuk melakukan ngabuburit virtual melalui webinar. Dengan bertemakan ‘Cerita Puasa di Negeri Orang dan Sharing Pengalaman Meraih Beasiswa’ Santri Mengglobal menghadirkan ragam pembicara dari banyak negara untuk bercerita tentang pengalaman berpuasa di luar negeri. Tidak hanya itu, dalam webinar pun dibahas bagaimana tips meraih beasiswa studi di negara tersebut.
1 Mei 2021, adalah hari kedua dari rangkaian kegiatan cerita puasa Santri Mengglobal. Pada hari Sabtu ini, santri mendengarkan pengalaman berpuasa di Maroko dan Singapura. Pembicara Maroko disampaikan oleh M. Sidqon Siraj, mahasiswa Universitas Ibn Tofail, Maroko. Ia merupakan penerima beasiswa studi melalui Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Selanjutnya Singapura, disampaikan oleh Unaesah Rahmah, M.Sc. yang telah menyelesaikan studi masternya di S Rajaratman School dengan beasiswa Terrorism Analyst Scholarship.
Kegiatan ini bertujuan untuk memotivasi khususnya Santri Indonesia untuk dapat menempuh studi di negara-negara impiannya. Cerita puasa yang unik dari banyak negara, harapannya dapat menambah semangat santri yang sedang berjuang untuk mendapatkan beasiswa.
Pengalaman pertama diceritakan oleh Sidqon tentang membandingkan atensi masyarakat Indonesia dan Maroko terhadap Ramadan. Menurutnya, masyarakat Indonesia memiliki atensi yang tinggi dalam menyambut Idul Fitri. Idul Fitri menjadi momen yang dinanti dan istimewa hal ini dapat ditandai dengan tradisi mudik, membeli baju baru, dan sebagainya. Adapun di Maroko, atensi masyarakat justru terletak selama Ramadan. Masyarakat Maroko sangat menghargai waktu kebersamaan seperti momen berbuka dengan keluarga. Namun, pada Idul Fitri tidak ada atensi sebagaimana Indonesia. Bahkan tidak mengherankan jika sehari setelah Idul Fitri perkuliahan dan perkantoran sudah berlangsung.
Lainnya yang unik dan berbeda menurut Sidqon adalah tradisi Teraweh. Maroko memiliki tradisi Salat Teraweh yang dibagi dalam dua waktu. Delapan rakaat dilaksanakan setelah Salat Isya, dan sebelum Subuh dilaksanakan lagi Teraweh untuk melengkapi sisanya. Hal berbeda diceritakan Unaesah dengan pengalamannya berpuasa di Singapura. Meski waktu antara Indonesia dan Singapura hampir tidak berbeda, waktu Singapura sama dengan Waktu Indonesia Tengah, namun ada beberapa keunikan yang ia rasakan di Singapura. Muslim di Singapura adalah minoritas, namun ini tidak menghalangi masyarakat Muslim untuk melaksanakan puasa dengan khidmat. Singapura menjunjung harmonisasi antarumat beragama.
Sidqon bercerita untuk beasiswa yang ditempuhnya, mensyaratkan di antaranya adalah menghafal Al-Qur’an minimal 7,5 juz (15 hizb), berusia 17-25 tahun, berijazah sekolah keagamaan, memahami teks berbahasa Arab, hingga ilmu-ilmu syariatnya. Jalur lainnya yang dapat dipilih adalah melalui Kementerian Agama dengan syarat di antaranya adalah waktu lulus adalah tidak lebih dari 2 tahun, hafal minimal 2 juz Al-Qur’an, memahami bahasa Arab dan ilmu syariat. Unaesah bercerita tentang beasiswanya, ia diharuskan untuk melakukan penelitian tentang politik dan terorisme. Beasiswa tersebut memfasilitasi biaya pendidikan dan kebutuhan hidup.
Sebelumnya, kegiatan yang sama dilaksanakan pada 30 April 2021 dengan pilihan negara adalah Amerika dan Yaman. Selanjutnya adalah menghadirkan negara Spanyol dan Jerman yang akan dilaksanakan pada 2 Mei 2021.