Suasana puasa di bulan suci Ramadan selalu menjadi momentum yang dinantikan umat Islam setiap tahunnya. Bukan menjadi hal yang banyak dipikirkan jika melaksanakannya di kampung halaman, rutinitas ibadah akan berjalan kurang lebih sama dari tahun ke tahun. Namun, seperti apa rasanya menjalani puasa di negara lain? Terlebih dengan kewajiban sebagai mahasiswa yang mempunyai kesibukan untuk kepentingan akademis.
Santri Mengglobal menjawabnya dengan mengadakan rangkaian Webinar Ramadan Series bertajuk “Cerita Puasa di Negeri Orang dan Sharing Pengalaman Meraih Beasiswa”. Acara ini merupakan agenda tahunan yang pada tahun ini dilaksanakan dalam tiga hari berturut-turut, sejak tanggal 30 April – 2 Mei 2021.
Pada seri pertama diisi oleh dua narasumber mahasiswa Indonesia yang masing-masing berkuliah di Amerika dan Yaman. Acara berlangsung pada hari Jumat (30/4) dari pukul 16.00-17.45 yang didukung oleh beberapa komunitas serta media partner lainnya.
Narasumber pertama merupakan PhD Candidate di North Carolina State University, Amerika sekaligus Awardee Fulbright Scholarship, ialah Ahmad Munjizun, MAnimSc. Ia memulai bercerita tentang kegiatan puasa Ramadan yang cukup kental di Amerika. Meskipun Islam merupakan minoritas di sana, namun keberadaan komunitas muslim menjadikan suasana kekeluargaan terasa erat. Keberadaan komunitas muslim juga memudahnya ketika mencari makanan halal, termasuk kebutuhan untuk berbuka puasa dan sahur. Baginya masyarakat setempat yang non-muslim juga memiliki toleransi yang baik dan menghormati tradisi muslim ketika berpuasa. Meskipun kondisi sedikit berbeda sebab terjadinya pandemi yang menyebabkan antarumat islam di sana menjadi jarang bertemu, selain juga dengan kesibukan masing-masing.
Berkaitan dengan statusnya sebagai mahasiswa, Ia merasa puasa bukanlah menjadi hambatan untuk keperluan akademisnya. Sebagai seorang muslim ibadah terus berjalan rutin dengan baik, serta rutinitas sebagai seorang mahasiswa juga berjalan sebagaimana mestinya. Iklim berkuliah di luar negeri dengan mahasiswa dari berbagai negara menjadikannya terbiasa untuk terus belajar setiap saat.
Ia yang sebelumnya juga menyelesaikan studi master di Australia dengan beasiswa berbagi tips bagi peserta webinar. Baginya mendaftar kuliah di kampus ternama luar negeri sekaligus mendapatkan beasiswa bukanlah hal yang mustahil. Asalkan memiliki bekal akademis yang kuat dan mengetahui program studi yang akan diambil dengan baik serta didukung alasan yang kuat maka hal itu bisa dicapai. Menurutnya berdoa juga menjadi hal terpenting yang tidak bisa dilewatkan dalam proses mencapai sesuatu.
Berbeda lagi dengan suasana puasa Ramadan di Yaman yang diceritakan oleh Ahmad Alfian Jihadi, Mahasiswa al-Ahgaf University sekaligus Ketua Umum PPI Hadramaut Yaman 2021. Menurutnya ibadah di bulan suci Ramadan di Yaman intensitasnya jauh lebih banyak dari pada di Indonesia, walaupun keduanya sama-sama negara dengan penduduk mayoritas muslim.
Masyarakat Yaman benar-benar menjadikan Ramadan sebagai momentum beribadah sebanyak-banyaknya. Masyarakat Indonesia yang menurutnya masih sering berbeda pandangan terkait jumlah rakaat salat tarawih, akan tidak terasa di sana sebab masyarakat Yaman melaksanakan salat tarawih bahkan sampai 100 rakaat. Pun setelah selesai tarawih dilanjutkan dengan pembacaan maulid bersama-sama. Ia menuturkan bahwa penduduk Yaman memang dikenal dengan kecintannya terhadap maulid, banyak momen dimanfaatkan untuk membaca maulid. Hal itu juga turut mengukuhkan posisi Yaman sebagai negeri dengan paling banyak Keturunan Rasulullah Saw. berada.
Perihal studi di Yaman, Ia menuturkan bahwa kondisi di sana sudah mulai kondusif setelah beberapa tahun sebelumnya pernah mengalami konflik. Menurutnya perlu lebih selektif dalam memilih studi di Yaman, termasuk kampus ataupun program studi yang diambil karena memiliki fokus yang bisa saja jauh berbeda. Selain itu, bagi yang berkeinginan kuliah di sana juga tersedia berbagai jalur beasiswa, namun masing-masing beasiswa memiliki cakupan kampus tertentu yang terbatas.