Oleh: Moh. Haidar Latief
Muhammad Syamsuddin ibn Malik Dad Ali atau yang terkenal dengan sebutan Syams Tabrizi (Matahari dari Tabriz) dan Maulana Jalaluddin Rumi, merupakan dua sosok pecinta yang saling melengkapi.
Buku Kidung Cinta Eyang Tabrizi – Maulana Rumi yang ditulis oleh KH. Husein Muhammad memotret kemesraan dua tokoh fenomenal sufi yang bertemu pada tahun 1244 M. Pertemuan ini digambarkan bagaikan pertemuan antara matahari dan rembulan.
Buku ini berasal dari buku-buku karya Maulana Jalaluddin Rumi atau tentang Rumi dan tentang Syams Tabrizi semacam Qawa’id al-Isyaq al-Arba’un (40 Kaidah Cinta), Min Balkh ila Qanya (Dari Balkh ke Konya), Fihi Ma Fihi (Di dalamnya apa Yang ada di Dalamnya). Dari semua literatur yang ada penulis menuliskan kembali dengan bahasanya sendiri dan tidak membuat pembaca kesulitan memahami.
Kaidah Cinta dan Kearifan Pencinta
Pada bagian pertama buku ini menyajikan 40 Kaidah Cinta Syamsuddin Tabrizi. Kaidah yang ada di dalamnya segera akan menyadarkan pembaca kepada makna substantif dari pengetahuan seperti
إِنَّ الطًّرِيقَ إِلىَ الْحَقِيْقَةِ يَمُرُّ مِنَ الْقَلْبِ لَا مِنَ الَّرأْسِ، فَاجْعَلْ قَلْبَكَ لَا عَقْلَكَ دَلِيلَكَ الرَّءِيْسِي وَاجِهْ. تَحدَّ وَتَغْلِب فِي نِهَايَةِ المَطَافِ على النَّفْسِ بِقَلْبِكَ إِنَّ مَعْرِفَتَكَ بِنَفْسِكَ سَتَقُوْدُكَ إلى مَعْرِفَةِ الل
Kaidah di atas menyadarkan kita bahwa jalan menuju kebenaran adalah melalui hati, bukan melalui kepala. Maka kita harus menjadikan hati kita sebagai pembimbing yang utama, bukan kepala kita. Hadapkanlah hati kita, maka kita akan sampai. Hati yang kita miliki adalah jiwa kita. Pengetahuan yang kita ketahui tentang jiwa kita sendiri akan mengantarkan kita pada pengenalan kepada Tuhan, Sang Kebenaran itu sendiri.
Selain menyebutkan 40 Kaidah Cinta Syams Tabrizi, juga dituliskan 30 Kearifan Syamsuddin Tabrizi. Dari kearifan-kearifannya akan membuat kita lebih bergairah dalam menyusuri lika-liku kehidupan, semacam kaidah
فَلْيَكُنْ هَمُّكَ السَّعَى لا الْوُصُوْل
Setelah menyebutkan Kaidah Cinta dan Kearifan dari Syams Tabrizi, pada bagian berikutnya disinggung juga 40 Kaidah Cinta dari Maulana Jalaluddin Rumi. Kaidah Cinta yang disampaikan Rumi akan membuat kita lebih berhati-hati dalam menyikapi warna-warni kehidupan, semacam
الدُّنْيَا كَحُلُمِ النَّاءِمِ. هَذِهِ الدُّنْيَا وَنَعِيْمُهَا مِثْلُ اَنْ يَاءْكُلَ اِنْسَانٌ شَيْئًا فِيْ مَنَامِهِ. وهَكَذَا فإِنَّ طَلَبَ الحاجاتِ الدُّنْيَوِيَّةَ يُشْبِهُ مَا يَحْدُثُ إذا ارادَ الْإِنْسَانُ شَيْئاً في المَنَامِ فَقُدِّمَ لَهُ. فَفِي النِّهَايَةِ عِنْدَمَا يَصْحُو لَا يَنْتَفِعُ البَتَّةَ مِنْ ذَلكَ الَّذِي اَكَلَهُ فِي الْمَنَامِ ويَكونُ قَدْ قُدِّمَ لهُ فكان النوَّالُ بِقَدْرِ السُّؤَالِ
Bahwa kehidupan ini bagaikan mimpi. Dunia beserta semua kenikmatan yang menyelimutinya bagaikan orang yang makan sesuatu di dalam mimpinya. Begitu juga keinginan kita pada hal-hal yang bersifat duniawi bagaikan diberi sesuatu di dalam mimpi. Ketika kita bangun tersadar dari mimpi, kita tidak akan memperoleh apa pun dari yang telah dimakannya dalam mimpi tadi. Orang akan meminta sesuatu dalam mimpi kemudian diberi. Memperoleh anugerah adalah sebanding apa yang diminta.
Pada buku ini kita juga disuguhkan dengan 30 Kearifan dari Maulana Jalaluddin Rumi, dengan mendalaminya, hari-hari yang kita lalui akan dibanjiri perasaan penuh cinta, seperti
الْوِدَاعُ لا يَقَعُ اِلَّا لِمَنْ يَعْشِقُ بِعَيْنَيْهِ اَمَّا ذَاكَ الَّذِيْ يُحِبُّ بِرُوْحِهِ وقَلْبِهِ فَلَا ثَمَّةَ اِنْفِصَالٌ اَبَدًا
Kutipan di atas menjelaskan bahwa perpisahan hanyalah bagi yang mencinta dengan kedua matanya. Namun bagi dia yang mencinta dengan jiwa dan hatinya tak akan menemui kata perpisahan sama sekali.
Setelah menyebutkan kaidah cinta serta kearifan dari Maulana Rumi dan Syams Tabrizi, buku ini menuliskan biografi singkat dari keduanya, serta menceritakan awal perjumpaan keduanya hingga keduanya wafat.
Pertemuan Dua Sosok Pencinta
Hari-hari Syams Tabrizi selalu terusik oleh mimpi yang membuatnya penasaran dan menimbulkan gejolak batin. Dalam mimpinya disebutkan apabila Syams ingin menemui sosok yang dirindukan, maka harus menemuinya di sebuah kota di wilayah Romawi. Maka Syams Tabrizi pun berangkat ke Romawi hingga akhirnya berada di daerah Konya, Anatolia, sekarang Turki. Di tempat ini lah perjumpaan dua sosok pencinta ini bertemu untuk pertama kalinya.
Keduanya bahagia ketika saling bertemu, mereka selalu bersama dan bertukar keilmuan. Semenjak pertemuan itu seluruh perhatian Maulana Rumi berpusat pada Syams Tabrizi hingga para santri dan orang-orang terdekatnya cemburu, Syams Tabrizi dianggap penyihir dan diharapkan pergi dari Konya. Mendengar hal ini Maulana Rumi pun tak menggubris, sementara Syams Tabrizi merasa dirinya lebih baik keluar dari Konya.
Kepergian ini membuat hati Maulana Rumi hancur lebur, dirinya mencari gurunya itu hingga berbagai pelosok daerah tak juga bertemu, hingga mendengar kabar jika gurunya itu berada di Damaskus. Maka Maulana Rumi memerintahkan anaknya untuk mencarinya di sana dan bertemu kemudian mau kembali.
Namun pertemuan ini tak bertahan lama, pendukuk Konya tetap tidak menyukainya dan berusaha mengusir, bahkan ada yang berencana membunuh syams tabrizi. Akhirnya Syams Tabrizi menghilang. Tak ada yang tau keberadaannya, kabar hilangnya melahirkan teka-teki. Sebagian orang menduga Syams Tabrizi dibunuh oleh sekelompok orang yang cemburu kepadanya, sebagian yang lain mengatakan Syams Tabrizi entah hilang ke mana. Maulana Rumi menderita berhari-hari.
Sesudah pengabdian mengajar yang dilakukan oleh Maulana Rumi, dirinya mengalami demam. Masyarakat berbondong-bondong menjenguknya. Dalam waktu masih dalam kondisi sakit, Maulana Rumi masih sempat mengarang bait puisi yang ditujukan kepada anaknya yang setia mendampinginya, juga kepada guru yang dicintainya Syams Tabrizi, dan wasiat kepada seluruh masyarakat pada saat itu.
Maulana Jalaluddin Rumi pergi menjemput kekasihnya pada hari Ahad, bulan Jumadal Akhirah tahun 672 H/1273 M. Dunia bersedih atas kematiannya, banyak masyarakat merasakan kehilangan, berhari-hari setelah kematiannya, masyarakat masih berkabung kehilangan Maulana.
Judul Buku: Kidung Cinta Eyang Tabrizi – Maulana Rumi.
Penulis: KH. Husein Muhammad
Tebal Halaman: 132 halaman
Penerbit : Diva Press
ISBN : 978-623-293-297-5