Pak Dzi adalah sebutan populer KH. Dzi Taufiqillah, tegas disiplin dan (tetap) ramah adalah ciri khas beliau. di tengah kesibukannya, beliau masih menyempatkan mengajar, di Pondok TBS beliau mengajar kitab “Usfuriyah” seminggu sekali setiap bakda asar dan di Madrasah TBS ketika itu beliau mengampu kitab Fikih “Safinatun Naja”
Setiap diajar oleh beliau kelas menjadi sangat hidup, karena pergaulan beliau yang sangat luas, beliau memaknai kitab disertai dengan cerita dengan joke-joke yang renyah dan menyegarkan.
Salah satu joke beliau yang masih membekas di hati saya adalah ketika beliau meneliti tulisan saya dan ternyata ada yang kurang titik beliau mengatakan “titik iku koyo onde-onde penting dan bermakna maka jangan sampai kurang karena kita semula juga berawal dari sebuah titik”
Pasca Kiai Ma’mun Ahmad “kapundut” Pesantren TBS diampu oleh Pak Fiq (KH. Taufiqurrahman) dan Pak dzi (KH. Dzi Taufiqillah) duet dua pengasuh ini membuat pesantren ini semakin maju. Pak Fiq mewakili kesabaran kiai Ma’mun, sedangkan Pak Dzi mewakili ketegasan dan keuletan Kiai Ma’mun, beliau berdua saling melengkapi.
Kita tahu Kiai Ma’mun Ahmad merupakan kiai yang ahli tauhid dan tasawwuf. Ketika beliau menjadi direktur utama Madrasah TBS, ada beberapa tradisi yang harus dijaga.
- Setiap Belajar harus Menghadap Kiblat
Setiap kelas wajib hukumnya menghadap kiblat, karena mencari ilmu akan lebih cepat “Connect” ketika menghadap ke kiblat (tanpa bisa kompromi dg desain kelas)
- Mulai Pembelajaran Hari Ahad atau Rabu
Setiap libur, hari masukknya antara hari Ahad atau hari Rabu, karena hari tersebut hari yang baik untuk mengawali kebaikan - Tidak menerima Bantuan Dana dari Pemerintah.
Menurut Kiai Ma’mun dana pemerintah adalah bersumber dari berbagai tempat dan termasuk syubhat, maka harus dibangun dari orang tua siswa atau alumni, dll.
Tradisi tersebut di atas juga dilanjutkan oleh pak dzi dalam mengasuh pondok pesantren TBS sampai hari ini, tadi malam tepat 14 Sya’ban 1442 H jenengan mendahului kami, selamat jalan pak dzi, sang kiai penjaga tradisi, jenengan telah mengajarkan maka saatnya kami mengamalkan, alfatihah..