Oleh: Moh. Haidar Latief
Sekitar tahun 2012 selepas menyelesaikan studinya dari sekolah dasar merupakan awal perjumpaan penulis kepada KH. Dzi Taufiqillah Ma’mun, karena pada saat itu penulis melanjutkan studinya di Madrasah TBS Kudus dan nyantri di Pondok Pesantren Tasywiquth Thullab (TBS) Kudus.
KH. Dzi Taufiqillah merupakan putra dari pasangan KH. Ma’mun Ahmad dan Nyai Hj. Asnah Ma’mun yang dikaruniai 5 orang anak, kyai Dzi merupakan putra nomor 4, setelah Nyai Hj. Masfiyah, Nyai Hj. Aslikhah dan KH. Taufiqurrahman, sedangkan adiknya sudah berpulang terlebih dahulu bernama Nurul Muttaqin.
Sebelum penulis secara resmi nyantri di pondok TBS, penulis terlebih dahulu disowankan oleh orang tua kepada pengasuh pondok untuk kemudian dititipkan, saat itu yang menemui adalah KH. Dzi Taufiqillah beserta kakaknya yang juga pengasuh pondok TBS, yakni Romo KH. Taufiqurrahman.
Pesan pertama yang paling penulis ingat saat sowan pertama kali salah satunya adalah pesan dari KH. Dzi Taufiqillah yang benar-benar menekankan agar selalu mengagungkan kedua orang tua, berusaha membuat orang tua senang, bangga dan bahagia, sebisa mungkin mewujudkan harapan dan perintah kedua orang tua selama tidak bertentangan dengan batas-batas syariat. Dan hal itu masih terekam dalam memori penulis.
Sosok yang Tegas
KH. Dzi Taufiqillah di mata para santri adalah sosok yang tegas, hal ini tercermin dalam ucapan beliau dalam keseharian, baik ketika berinteraksi secara langsung dengan santri, ataupun ketika sedang pengajian kitab yang diampu oleh beliau.
Dalam keseharian, ketika beliau berinteraksi dengan para santri, beliau menuntun santri-santrinya agar selalu teguh pada pendirian, agar tidak gampang terombang-ambing oleh dunia luar.
“Nek A yo A, nek B yo B kang, ojo ditambahi, ojo dikurangi, opomaneh diganti”
” Jika A ucapkanlah A, jika B ucapkanlah B, (ucapkan apa adanya) jangan ditambahi, jangan dikurangi apalagi diganti” begitulah salah satu ucapan yang penulis ingat.
Dalam ucapan tersebut tercermin bahwa beliau menginginkan agar santrinya teguh pada pendirian, dan selalu berkomitmen pada prinsip kejujuran.
Dalam pengajian kitab yang diampunya, beliau juga sering menegaskan agar selalu berpegang teguh pada tali syariat, selalu mengikatkan diri pada nilai-nilai agama sehingga ada kontrol dalam kegiatan sehari-hari.
Meskipun ketika pengajian selalu dengan nada-nada yang tegas, selalu dapat membuat para santri tertawa. Dalam pengajiannya beliau selalu menyebutkan joke-joke dan cerita yang membuat para santri tidak kuasa menahan tawa.
Menanamkan Kedisiplinan
Selain pribadi yang tegas, Yai Dzi juga selalu mengingatkan para santrinya agar selalu disiplin, menjaga nama baik pondok pesantren. Baginya kedisiplinan merupakan modal utama ketika terjun dalam masyarakat.
Beliau selalu menekankan agar para santri selalu menaati peraturan pondok baik di dalam maupun di luar pondok pesantren.
Selain itu, beliau juga selalu mewanti-wanti para santrinya agar selalu menaati tata tertib ketika para santri belajar di Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus mulai dari tingkatan Tsanawiyah hingga tingkatan Aliyah.
Kasih Sayang Kepada Para Santri
Di balik sosoknya yang tegas dan disiplin, KH. Dzi Taufiqillah juga selalu mengucurkan rasa kasih sayang kepada para santrinya, ketika para santri meminta salaman, selalu disambutnya dengan senyuman hangat dan genggaman tangan yang membuat nyaman sehingga membuat para santri ingin berlama-lama mencium tangannya.
Ketika bulan Ramadhan tiba, pada waktu sahur beliau kerap menyempatkan dirinya untuk membangunkan para santrinya. Dengan duduk di teras beliau membangunkan para santrinya yang tidur di aula bawah dengan ucapan lembut.
“Ayo kang… tangi kang, kiwo tengene seng ijeh turu digugahi, diajaki sahur. Saake nek koncone keturon gak iso sahur”
“Ayo kang bangun kang, samping kiri dan kananmu yang masih tidur dibangunkan, diajak sahur. Kasian jika temanmu ketiduran tidak bisa sahur”
Mendengar ucapan lembut Yai Dzi, para santri kemudian bangun dan kemudian sahur bersama dilanjutkan sholat Subuh berjamaah.
Yai Dzi dalam kesempatan pengajian kitabnya pernah berpesan kepada para santrinya
“Nek awakmu gelem melasi wong-wong seng ono neng dunyo, makhluk-makhluk seng ono neng langit bakal melasi awakmu”
“Jika kamu mau mengasihi atau menyayangi orang-orang yang berada di dunia, maka penduduk langit akan mengasihi atau menyayangi dirimu”
Tentu dalam tulisan ini, penulis hanya mampu menceritakan secuil dari hal-hal menjadi teladan dari beliau. Sungguh dalam tulisan ini tidak akan mampu menjabarkan seluruh keteladanan yang telah diberikan Yai Dzi kepada para santri-santrinya.
Dalam hati kami para santrimu, wajahmu akan selalu terukir di dalam sanubari kami masing-masing, dan keteladananmu akan selalu subur di dalam kalbu kami.
Al fatihah …