Buku Napak Jejak Pemikiran Sunan Muria; Dari Ekoreligi hingga Akidah Muttahidah yang ditulis Oleh Widi Muryono, sangat jelas bahwa Sunan Muria adalah wali ramah lingkungan. Sunan Muria bukan saja berdakwah menyebarkan Islam saja, melainkan Raden Umar Said juga mengajarkan perilaku untuk selalu menjaga lingkungan. Salah satu sabda yang sampai sekarang selalu dipegang erat oleh penduduk Muria adalah, Pagar Gunung.
Pagar Gunung adalah batasan antara daerah tanam dan kawasan hutan lindung. Biasanya pagar gunung ditandai dengan banyaknya pohon mranak. Suyoto, Mantan Kepala Desa Colo yang menjabat selama tiga dekade pada masa orde baru menjelaskan, bahwa boleh menanam kopi, tetapi tidak boleh melebihi pagar gunung. Ketentuan itu sudah syarat mutlak, artinya warga Colo tidak boleh melanggar itu. Sampai sekarang, warga colo jika ingin melebarkan lahan kopinya tidak boleh melebihi pagar gunung. Lebih lengkapnya tentang pagar gunung bisa dibaca di buku Kopi Muria; Memotret Perjalanan Mutiara Hitam dari Pegunungan Muria.
Akidah Muttahidah yang diusung Widi Muryono adalah menarik benang merah antara manusia, alam dan Tuhannya. Konsep ini mungkin terlihat terlalu memaksakan jika harus mencari korelasi antara manusia dan alam. Kedua elemen inilah yang sangat riskan sekali untuk dicari korelasinya. Bagaimana tidak, sudah menjadi mindset kita, bahwa ketika ada manusia, alam disekitarnya akan rusak. Konsep yang seharusnya masih bisa dibenahi, namun kedarung menjadi penilaian lain terhadap manusia.
Disinilah Akidah Muttahidah diberlakukan. Manusia membutuhkan Tuhan. Alam adalah wujud kasih sayang Tuhan. Bagaimana manusia-manusia itu menjaga dan merawat alam lingkungannya, dari sanalah Allah akan merawat manusianya. Alam adalah dalil kauniyah dari Allah sebagai bukti kebesaran-Nya. Perilaku manusia kepada alam, adalah cerminan dari perilaku manusia kepada Tuhannya. Konsep kesatuan anatara manusia, alam dan Tuhan, tidak bisa lagi ditawar. Menjaga lingkungan adalah harga mati.
Selamat Jalan Sang Penjaga
Di Colo, pada zaman penjajahan Belanda, sudah sangat dikenal dengan adanya Polisi Hutan. Tepatnya pada 1880 Belanda membentuk Organisasi Polisi Kehutanan yang bertugas untuk mengawasi batas hutan yang sudah ditetapkan. Pada tahun 1892, Dr. S. H Koorders (1863-1919) diangkat menjadi Ketua Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda.
Sekarang, sebagai organisasi yang bertugas hampir sama dengan Polisi Hutan kala itu, Pekumpulan Masyarakat Peduli Hutan (PMPH) Muria, melanjutkan estafet visi misi menjaga Hutan Muria. Organisasi yang dipimpin Muh. Shokib Garno Sunarno ini, berjalan mulai 1998. Hingga kini misi tersebut masih terus berjalan dan akan tetap dilestarikan.
“Hutan adalah amanah, menjaganya adalah ibadah” ungkapan yang selalu dipegang teguh para anggotanya. Konsep yang tentunya masih erat kaitannya dengan Akidah Muttahidah dan turun temurun dari Sunan Muria hingga kini.
Kemarin, Malam Rabu 7/7/2021, sang pemimpin sekaligus penjaga hutan Muria, Muh Shokib Garno Sunarno, telah berpulang. Sedih? Tentu saja, masih banyak seharusnya ilmu yang harus kami pelajari dari beliau. Tapi bersedih terlalu lama, bukanlah wujud sifat sebuah kesatria. Estafet PMPH harus tetap ditegakkan. Perlindungan Hutan Muria harus semakin dikuatkan. Selamat jalan Penjaga Hutan.