Bahtsul Masail LBM PWNU DKI Jakarta ini dilakukan secara webinar pada Jumat, 19 Maret 2021, pukul. 19.00-23.00 WIB.
DESKRIPSI MASALAH:
Pandemi Covid-19 telah terjadi lebih dari setahun. Pandemi pun masih terus berlangsung sampai bulan Ramadhan mendatang. Berbagai upaya terus dilakukan, dari penerapan disiplin Protokol Kesehatan 4 M (Menggunakan Masker, Mencuci Tengan, Menjaga Jarak, Menghindari Kerumunan), PSBB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar), dan bahkan kewajiban tester Covid-19 dengan menggunakan berbagai alat dan cara, yaitu: Rapidtes, PCR, swab, swab antigen, dan genos.
Bagi sesiapun yang hendak berpergian dengan menggunakan transportasi massal seperti pesawat dan kereta api wajib membawa surat hasil tester Covid-19 yang menjelaskan bahwa ia negatif Covid-19. Di Bandara dan Setasiun Kereta pun menyediakan tester Covid-19 bagi para pejalan yang belum membawa surat keterangan negatif Covid-19. Jika hasilnya positif Covid-19, maka seseorang tidak diperkenankan melanjutkan perjalanan, sebab dikhawatirkan akan menular pada penumpang yang lain.
Sedangkan puasa di bulan Ramadhan merupakan fardhu ‘ain (kewajiban bagi setiap individu kaum muslim). Puasa sebagai ibadah badaniyyah mahdhah (murni hubungan antara hamba dengan Allah) yang memiliki prosedur, syarat dan rukun, tertentu dan khusus demi keabsahannya. Selain penerapan niat yang berbeda dengan niat ibadah lain, yakin jika niat puasa dilakukan sebelum puasa itu sendiri dilaksanakan, sedang ibadah yang lain seperti shalat maka niatnya dilakukan ketika membersamai awal mula gerakan shalat itu dilakukan yaitu takbiratul ihram. Puasa juga membutuhkan konsentrasi khusus saat menjalankannya.
Ada hal yang dapat membatalkan puasa di antaranya adalah makan, minum, dan memasukkan sesuatu dari lubang terbuka yang berpotensi masuk ke dalam perut, serta berhubungan badan suami-istri (jima’).
Kendati demikian, demi terealisasinya protokol kesehatan yang sedang diterapkan, sehingga PCR, swab, dan antigen yang pada praktiknya dengan memasukkan benda atau stik ke dalam mulut dan rongga hidung yang berlaku bagi sesiapa saja dan kapan saja selama dibutuhkan. Di satu sisi diwajibkan berpuasa, dan pada saat yang sama di masa pandemi ini ada protokol Kesehatan yang mewajibkan untuk melakukan PCR, swab, dan antigen yang praktiknya memasukan benda ke dalam mulut dan rongga hidung.
PERTANYAAN:
Bagaimanakah hukum Rapidtes, Genos, PCR, Swab, dan Antigen bagi seseorang yang tengah melaksanakan puasa, baik di bulan Ramadhan atau berpuasa sunnah? Apakah dapat membatalkan puasa?
JAWABAN:
- Penggunaan Rapirdtes tidak membatalkan puasa. Dianalogikan (qiyas) kepada praktik hijamah (bekam), sama-sama mengeluarkan darah dari anggota badan, dan bekam sendiri tidak membatalkan puasa. Sebab Nabi Muhammad SAW sendiri melakukan bekam pada saat berpuasa.
- Penggunaan Genos tidak membatalkan puasa. Sebab dalam praktiknya, hanya mengeluarkan angin dari nafas ke sebuah pelastik, dan angin yang tertampung di plastik dimasukkan ke dalam sebuah alat tester Covid-19.
- Penggunaan PCR tidak membatalkan puasa. Ada tiga alasan, sebagai berikut:
(1). Alat pendeteksinya berupa benda padat dan kering yang tidak mungkin mencair yang berpotensi masuk ke dalam perut.
(2). Benda padat dan kering tersebut dimasukkan tidak melampaui batas paling bawah atau ujung tenggorokan, dan masih berada pada makharij (tempat keluarnya) huruf Ha dan Kha serta tidak sampai menyentuh pada makharij (tempat keluarnya) huruf Hamzah dan Ha. Sebab makharij huruf Ha dan Kha masih dihukumi fisik yang lahiriyah (dzhahir) yang jika ada benda menyentuhnya tidak dapat membatalkan puasa. Sedangkan makharij huruf Hamzah dan Ha adalah termasuk fisik yang dalam (bathin) yang jika ada sesuatu yang sampai padanya akan membatalkan puasa.
(3). Benda tersebut masuk ke dalam mulut dianalogikan (qiyas) kepada aktivitas berkumur (istinsyaq) berwudhu ketika berpuasa di bulan Ramadhan, yang tetap diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa selama air kumuran tersebut tidak sampai masuk ke dalam perut. - Penggunaan Swab antigen tidak membatalkan puasa. Ada beberapa alasan, sebagai berikut:
(1). Alat pendeteksinya berupa benda padat dan kering yang tidak mungkin mencair yang berpotensi masuk ke dalam perut.
(2). Benda padat dan kering tersebut dimasukan ke dalam hidung yang termasuk berada di wilayah hidung, dan tidak melampui batasan bagian hidung yang paling dalam (aqsha al-anfi) yang diistilahkan juga dengan al-khaitsum.
(3). Benda tersebut masuk ke dalam rongga hidung dianalogikan (qiyas) kepada aktivitas memasukan air ke dalam hidung (istinsar) pada saat wudhu ketika berpuasa tetap diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa selama benda tersebut tidak melampaui Batasan hidung yang paling dalam.
IBARAT:
أو وصل إليه دواء من جائفة أو حقنة أو سعوط، وإن لم تصل إلى باطن الأمعاء أو الدماغ إذ ما وراء الخيشوم وهو أقصى الأنف جوف وإنما يفطر بالواصل إلى الحلق إن وصل إلى الباطن منه شيء، ومخرج الهمزة والهاء باطن ومخرج الخاء المعجمة والحاء المهملة ظاهر،
ثم داخل الفم إلى منتهى المهملة والأنف إلى منتهى الخيشوم له حكم الظاهر في الإفطار باستخراج القيء إليه أو ابتلاعه النخامة منه، وفي عدم الإفطار بدخول شيء فيه وإن أمسكه، وفي أنه إذا تنجس وجب غسله، وله حكم الباطن في عدم الإفطار بابتلاع الريق منه وفي سقوط غسله عن الجنب
Minhaj al-Qawim, Hal 246 cetakan DKI, 1971.
المجموع شرح المهذب – (ج 1 / ص 353)
(المسألة الثالثة) في اللغات والالفاظ: الخياشيم جمع خيشوم وهو اقصى الانف وقيل الخياشيم عظام رقاق في أصل الانف بينه وبين الدماغ
Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, jilid. 1, hal. 353
فتح المعين – (ج 2 / ص 231)
ولا يفطر بوصول شيء إلى باطن قصبة أنف حتى يجاوز منتهى الخيشوم وهو أقصى الأنف
Fath al-Mu’in,
إعانة الطالبين – (ج 2 / ص 261)
(قوله: ولا يفطر بوصول إلى باطن قصبة أنف) أي لانها من الظاهر، وذلك لان القصبة من الخيشوم، والخيشوم جميعه من الظاهر.
(قوله: حتى يجاوز منتهى الخيشوم) أي فإن جاوزه أفطر، ومتى لم يجاوز لا يفطر.
I’anat al-Thalibin Syarah Fath al-Mu’in, jilid. II, hal. 261
Dalil pendukung dari tiga fatwa ulama di dunia Islam. Sebagai berikut:
- Fatwa Ulama Al-Azhar Mesir
أكد مركز الأزهر العالمي للفتوي بالأزهر، أن هناك خمسة اختبارات لتشخيص الإصابة بڤيروس كُورونا وأوضح تأثيرها في صِحَّة الصَّوم بالقول: “إن اختبار فحص كورونا له أكثر من صُورة طبيَّة، يُمكننا الوقوف عليها، وعلى أثر كل واحدة منها على صِحَّة الصَّوم في النِّقاط الآتية:
(1) اختبار الدَّم: ويكون بأخذ بعض الدَّم من أي وريدٍ للإنسان، وإخضاعه للفحص. وهذا الاختبار لا فساد للصَّوم معه؛ إذ إنَّ خُروج الدَّم من الصَّائم لا يُفسِد صومه؛ لقول ابن عبَّاس رضي الله عنهما: «احْتَجَمَ النَّبِيُّ ﷺ وَهُوَ صَائِمٌ» [أخرجه البُخاري]
(2) مسحة الحَلْق والأنف: وتكون بأخذ عيِّنة من الحَلْق أو الأنف بواسطة أداة طبيَّة جافَّة، وإخضاعها للاختبار. وهذا الاختبار لا يُفسِد الصَّوم هو الآخر؛ إذ لا يصل فيه شيءٌ إلى الجوف مع الأداة الطِّبيَّة الجافَّة عن طريق الأنف أو الحلق.
(3) عيِّنة الأنف: وتكونُ بحقن محلولٍ ملحيّ في الأنف ثمَّ شفطه مرةً أخرى؛ لتحليله. وهذا الاختبار غير مُفسِدٍ للصَّوم إذا لم يصل شيءٌ من هذا المحلول إلى الحَلْق ومن ثمَّ إلى الجوف عن طريق الأنف.
فقد شُرِع للصَّائم الاستنشاق والاستنثار في الوضوء؛ دون مبالغةٍ؛ لقول سيِّد.
- Fatwa al-Syekh Jasim bin Muhammad al-Jabir, ketua Lajnah al-Buhuts wa al-Fatwa al-Ittihad al-‘Alami, semacam MUI-nya negara Qatar. Sebagai berikut:
قال الشيخ جاسم بن محمد الجابر، رئيس لجنة البحوث والفتوى بالاتحاد العالمي لعلماء المسلمين في قطر، إن فحص فيروس كورونا لا يفسد الصوم ولا يعدّ من المفطرات.
وأوضح الجابر، في تصريح لصحيفة “العرب” المحلية، اليوم الاثنين، أنه تلقّى بهذا الشأن، وأنه استوضح الأمر من الأطباء المختصين في كيفية إجراء هذا الفحص، مضيفاً: “وبناء على ذلك فإن هذا الفحص لا يؤثر على الصيام ولا يفسده” - Fatwa Ulama Yordania sebagai berikut:
داء الإفتاء الأردنية ردت على سؤال وردها حول هذا الأمر، حيث قالت: “من خلال البحث والنظر والسؤال، تبيّن لنا أنّ فحص الكورونا لا يفطر الصائم؛ لأنّ أداة الفحص الجافة التي تدخل من الأنف لا تصل إلى الحلق وما كان كذلك فلا يعتبر من المفطّرات..”
وتابعت قائلة: “اشترط السادة المالكية في المفطر أن يصل إلى الجوف، واشترط الحنفية استقرار الداخل في الجوف، وألا يبقى شيء منه في الخارج، وكلا الشرطين لا يتوافران في عملية الفحص؛ ولأنّ الصوم لا يبطل بالشكّ، لذلك من قام بفحص الكورونا عليه أن يُتمّ صومه، ولا شيء عليه. والله تعالى أعلم”.
Peserta Bahtsul Masail:
- Ibu Nyai Dalliya Hadzirotal Qudsiyah
- KH. Roland Gunawan
- KH. Ahmad ‘Ahmad Hilmy
- KH. Zaenal Zen Maarif
- KH. Abdul Muiz Ali
- KH. M. Kam Taufik
- Ustadz Ade Pradiansyah
- Ustadz Ahmad Fairuzabadi
Perumus : KH. Asnawi Sonodikromo
Host : Ajengan Kiyai Saepullah
Moderator : Mukti Ali Qusyairy