Uncategorized

Membela Guru Madin: Saatnya Kita Kembalikan Wibawa Pendidik Umat

2 Mins read

Guru madrasah diniyah (madin) adalah sosok yang selama ini berdiri di garda depan pendidikan moral dan spiritual umat Islam, terutama di desa-desa dan kampung-kampung. Mereka bukan sekadar pengajar huruf-huruf hijaiyah, tapi juga pembentuk karakter, penanam nilai, dan pengawal akhlak generasi muda.

Namun, belakangan ini, posisi mulia itu makin tergerus. Salah satu contohnya adalah kasus yang menimpa Zuhdi, seorang guru madin di Demak, Jawa Tengah. Hanya karena menegur murid dengan tamparan ringan, Zuhdi harus berhadapan dengan proses hukum. Sebuah tindakan yang semestinya bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan, justru berkembang menjadi perkara yang mengancam martabat guru ngaji di seluruh Indonesia.

Teguran Guru Bukan Tindakan Kriminal

Zuhdi telah menjelaskan bahwa tamparan yang ia lakukan bukan untuk melukai, tetapi sebagai bentuk teguran kepada murid yang melempar sandal ke arah dirinya saat sedang mengajar. Tindakan ini muncul dari spontanitas dan refleks dalam situasi yang penuh emosi. Ia bukan pelaku kekerasan, tetapi seorang guru yang sedang menjalankan tanggung jawab moralnya untuk mendidik murid dengan kedisiplinan.

Dalam tradisi pendidikan Islam, teguran fisik yang ringan dari guru tidak serta-merta dianggap kekerasan. Apalagi jika dilakukan dalam rangka memperbaiki akhlak. Tentu, semua bentuk kekerasan berlebihan harus ditolak, tapi kita juga tak boleh memaksakan standar yang kaku kepada relasi guru dan murid yang sejak awal dibangun di atas nilai takzim (hormat) dan tarbiyah (pembinaan batiniah).

Para guru madin adalah pejuang yang sering luput dari perhatian negara. Mereka mengajar tanpa jaminan gaji tetap, tanpa fasilitas memadai, bahkan sering tanpa pengakuan administratif. Namun, di pundak merekalah akhlak generasi Muslim kita ditempa. Mereka mengajarkan anak-anak tidak hanya untuk membaca Al-Qur’an, tetapi juga untuk menghargai orang tua, jujur dalam perkataan, dan sopan dalam bertingkah laku.

Baca Juga  MAKRAB dan Launching Tim Rebana (FORMAT) IKSAB Yogyakarta

Bayangkan jika setiap guru seperti Zuhdi harus takut menegur murid. Apa yang akan terjadi pada disiplin di madrasah? Bagaimana guru bisa menanamkan nilai jika setiap koreksi disalahpahami sebagai tindak pidana?

Kami dari SantriMenara.id menilai bahwa pendekatan hukum terhadap kasus ini terlalu terburu-buru dan tidak mempertimbangkan konteks sosial-kultural tempat guru madin berperan. Seharusnya, penyelesaian kasus seperti ini bisa melalui pendekatan restoratif: duduk bersama antara guru, wali murid, tokoh masyarakat, dan aparat desa. Musyawarah, klarifikasi, dan saling memaafkan mestinya menjadi jalan utama, bukan kriminalisasi.

Kita perlu membedakan dengan tegas antara kekerasan yang merusak fisik dan psikis anak, dengan teguran mendidik yang lahir dari relasi pengasuhan. Negara harus hadir dengan bijak, bukan malah memperlemah otoritas guru tradisional yang sudah terbukti berjasa menjaga moral masyarakat dari generasi ke generasi.

Menjaga Wibawa Guru adalah Menjaga Masa Depan Umat

Apa jadinya jika guru ngaji takut mendidik karena bayang-bayang kriminalisasi? Jika mereka berhenti mengajar karena khawatir ditegur aparat? Kita sedang membuka jalan kepada kekosongan moral yang lebih besar.

SantriMenara.id menyatakan sikap tegas: kami berdiri bersama para guru madin seperti Zuhdi. Kami tidak membenarkan kekerasan, tetapi kami juga menolak perlakuan tidak adil kepada guru yang sejatinya sedang menjalankan fungsinya dalam mendidik dan membina. Ini bukan hanya soal satu guru, tapi soal keadilan bagi seluruh pendidik akar rumput yang selama ini mengisi kekosongan sistem pendidikan formal.

Kami menyerukan kepada aparat hukum, Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, hingga tokoh masyarakat untuk:

  1. Menghentikan proses hukum terhadap Guru Zuhdi dan mencari jalan damai melalui pendekatan kekeluargaan.
  2. Menyusun panduan penyelesaian konflik di lingkungan madrasah dan pesantren dengan berbasis nilai lokal.
  3. Meningkatkan dukungan dan perlindungan terhadap guru madin yang selama ini mengabdi tanpa pamrih.
  4. Mengedukasi masyarakat agar tidak mudah melabeli guru sebagai pelaku kekerasan tanpa melihat konteks mendidik.
Baca Juga  Ngaji Tafsir KH. Sya’roni Ahmadi; Kisah Batu dari Surga

Mari Jaga Marwah Guru Ngaji

Jangan biarkan guru ngaji menjadi korban dari kegamangan hukum dan perubahan sosial yang tidak berpijak pada realitas. Jangan kita lupakan: dari tangan merekalah generasi Muslim tumbuh dengan adab dan iman.

SantriMenara.id berdiri bersama para pendidik sejati. Mari kita kembalikan wibawa guru madin sebagai penjaga moral dan masa depan umat.

Sumber gambar: Warta Kota – Tribunnews.com

Komentar
33 posts

About author
Pemimpin Redaksi Santri Menara. Penerima Beasiswa LPDP 2021–2023. Pengajar & penulis serta konten kreator. Motto: “Connecting Knowledge, Inspiring the Community.”
Articles
Related posts
Uncategorized

Kini Hadir! Buku Bahasa Arab Kelas 4 SD/MI: Membangun Fondasi Bahasa Al-Qur'an Sejak Dini

2 Mins read
Dibaca: 727 Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Para santri, wali murid, dan pemerhati pendidikan yang dirahmati Allah, Kami dengan bangga mempersembahkan sebuah karya istimewa:…
Uncategorized

Atas Dorongan PBNU, Nahdlatut Turots Bakal Gelar Jelajah Turots Nusantara

2 Mins read
Dibaca: 194 Nahdlatut Turots (NT) yang merupakan sebuah asosiasi yang mewadahi para pegiat, peneliti, hingga pemilik naskah keilmuan ulama berbasis pesantren bakal…
Uncategorized

Doa untuk Sang Guru, Romo KH. Ahmad Abdul Fatah (رحمه الله)

1 Mins read
Dibaca: 1,018 Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn. Langit Kudus berawan kelabu pada pagi Sabtu, 14 Juni 2025. Angin berembus lembut seolah…

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *