SANTRIMENARA.COM, KUDUS – Menurut perhitungan Falak Santri Menara, Gerhana Matahari Cincin (GMC) terjadi pada tanggal 1 September 2016 di Afrika. Gerhana Matahari Cincin (GMC) ini melintasi wilayah Afrika (bagian tengah).
Sedangkan sebagian kecil Amerika Selatan, sebagian Arab Saudi, sebagian kecil Australia dan sebagian wilayah Indonesia (Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, DIY dan Jawa Tengah) terjadi Gerhana Matahari Sebagian (GMS) dengan ukuran kecil dibawah 7%. Karena ukurannya kecil dan di Indonesia terjadi menjelang maghrib maka sulit untuk di amati. Lokasi pengamatan yang ideal adalah di daerah pantai.
Untuk daerah Kudus dan sekitarnya gerhana terjadi pukul 17:31 WIB di piringan matahari yang bawah sebelah selatan (kiri) dengan ukuran sangat kecil (2%) dan berlangsung hanya empat menit, sampai pukul 17:35 WIB bagian yang gerhana sudah terbenam. Kemudian matahari terbenam pukul 17:37 WIB.
Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi dalam I’anatuth Thalibin menyatakan:
أنه من ابتداء الكسوف إلى تمام الانجلاء، فتفوت صلاة كسوف الشمس بالانجلاء للمنكسف وبغروبها كاسفة، فلا يشرع فيها بعده. وأما لو حصل غروبها كاسفة في أثناء الصلاة أتمها
Sesungguhnya shalat Gerhana Matahari dilaksanakan mulai permulaan terjadinya gerhana matahari sampai sempurnanya normal kembali. Shalat gerhana berakhir sebab kembali terang sempurna atau terbenamnya matahari dalam kondisi masih gerhana, sehingga tidak disyariatkan shalat gerhana setelah matahari terbenam. Adapun apabila matahari telah terbenam dalam keadaan masih gerhana sedang ia masih di pertengahan shalat maka ia menyelesaikan shalatnya.
Dalam kitab Shahih Bukhari dari Qays berkata: Saya mendengar Abu Mas’ud berkata: Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ قَيْسٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنْ النَّاسِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا فَصَلُّوا
Sesungguhnya Matahari dan Bulan itu dua tanda bukti dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Tidaklah keduanya terjadi gerhana karena mati salah seorang dan tidak pula karena hidupnya. Jika kamu “melihat” gerhana keduanya, maka berdoalah kepada Allah dan bersholatlah kamu hingga gerhana pulih kembali. (HR. Bukhari).
Syihabuddin Ahmad al-Barlisi Umairah dalam Hasyiyat al Qalyubi wa Umairoh:
قَوْلُهُ: (حَتَّى يَسْتَيْقِنَ) يُفِيدُ أَنَّهُ لا يَجُوزُ الشُّرُوعُ فِي الصَّلاةِ مَعَ الشَّكِّ فِي وُجُودِ الْكُسُوفِ، وَأَنَّهُ لا يَكْفِي ظَنُّهُ أَيْضًا بَلْ لا بُدَّ مِنْ مُشَاهَدَتِهِ بِنَفْسِهِ أَوْ بِأَخْبَارِ عَدَدِ التَّوَاتُرِ عَنْ مُشَاهَدَةٍ
Kata “Hingga Yaqin” memberikan pemahaman bahwa dalam kondisi ragu-ragu adanya gerhana, maka seseorang tidak boleh melaksanakan shalat (gerhana). Dan memang sebenarnya juga tidak cukup hanya sekedar dhan (menduga-duga), tetapi harus dengan pembuktian diri secara langsung atau dengan berita dari sejumlah orang atau kelompok yang tidak dimungkinkan adanya kebohongan (‘adadut tawatur) lewat persaksian langsung.
Oleh karena Kudus gerhana ini tidak bisa diamati maka umat muslim di Kudus tidak disunnahkan melaksanakan sholat gerhana matahari. Demikian juga di daerah yang gerhana tidak dapat diamati. Shalat gerhana hanya disyariatkan di daerah gerhananya bisa diamati. Wallahu A’lam. Santri Abadi (smc-777)