Ramadan seharusnya menjadi momentum untuk mengembangkan konsep sekolah perilaku. Tujuannya, untuk berkontribusi membangun pembentukan karakter yang ideal. Fokusnya, pada perilaku seseorang santri yang menjalani kegiatan khusus di bulan Ramadan. Di mana pembelajaran terjadi selama sebulan penuh. Konsep pendidikan ini mengembangkan perilaku satu tingkat lebih baik dari sebelumnya.
Namun, tahap ini menuntut menggunakan alat dan teknik untuk membantu para ustadz, ulama dan kiai. Hal tersebut agar selama pembelajaran pengajian lebih inovatif, kreatif dan inspiratif. Mungkin dari keinovatifan dari Ustadz dan Kiai nantinya akan secara otomatis mempromosikan personal mereka. Karena seorang ustadz dan kiai tidak dapat mencapai promosi ini sendirian. Teknik pendidikan di bulan ramadan sangat membantunya dalam menciptakan promosi dan pengembangan ini.
Sekolah perilaku harus mengetahui suri tauladan terbaik dalam umat islam, yaitu Nabi Muhammad. Nabi Muhammad menjelma sebagai panutan seluruh alam. Seperti dalam firman Allah, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21).
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa sosok Nabi Muhammad merupakan barometer kehidupan dan suri tauladan bagi manusia. Selain itu, Nabi juga bertindak sebagai pembawa pesan Allah. Tugas tersebut sukses ditunaikan dan menghidupkan pesan tersebut dalam dirinya dan bagi orang di sekitarnya. Pesan itulah yang kemudian menjadi pijakan sekolah perilaku.
Bulan ramadan ini momentum untuk mempraktekkan dan mendalami sekolah perilaku. Karena dalam bulan ini sangat tersistem dengan kondusif dan tersusun rapi. Maka, santri dapat dengan baik merespons perubahan. Sehingga dalam pembelajaran terkait, bulan ramadan dapat juga meningkatkan dan mendukung kinerja yang dekat dengan perilaku.
Ide tesis ini melihat secara menyeluruh sekolah perilaku di pondok modern, salaf dan Pondok tahfidz al-Qur’an pada bulan ramadan. Alasannya jelas, bahwa pada bulan ini santri berlomba-lomba meningkatkan dan mengasah kemapuan mereka. Mulai dari mengasah ketrampilan, pengetahuan dan sikap mereka. Nantinya diharapkan membawa beberapa perubahan dalam pemikiran pendidikan dan pedagogis secara umum.
Misalnya, bahwa seorang santri dalam pedagogi klasik, belajar kitab dan membaca kitab secara rutin. Pedagogi tersebut, santri ditarget menyelesaikan tugasnya dalam dua puluh hari. Setelah itu, kegiatan tersebut direspons, sebagai wujud dari sekolah perilaku yang berhasil atau tidak. Tanpa dukungan ini, tidak berarti bahwa ia menciptakan sekolah ini dari kekosongan atau dengan upaya individu. Akan tetapi didahului oleh respons yang tersusun dan rutinitas dari sekolah perilaku di bulan ramadan.
Prosedur sekolah perilaku ini erat hubungannya dengan bidang-bidang vital. Contohnya seperti pendidikan karakter, kesehatan mental dan kemampuan mengatur peluang maupun kinerja. Para santri telah bekerja pada penerapan pendidikan terprogram menggunakan teknologi modern dan berdasarkan respons prosedural dan penguatan secara kontiunitas dan normatif.
Gagasan ini menempatkan santri pada kesempatan yang sama. Memindahkannya dari subjek yang dikenal. Kemudian mengenalkan mereka ke pembelajaran bandongan, sorogan maupun belajar sendiri dengan bentuk kreatifitas dan inovasi. Nantinya santri tersebut akan menemukan bahwa sarana untuk mencapai tujuan individu mereka sendiri. Kesemua itu, untuk menyiapkan santri yang punya daya saing dan berkarakter. Dari proses sekolah perilaku dengan suri tauladan yang ideal, dapat membangun jaringan dan menejerial secara menyeluruh. Semua lini akan saling terkait dari program yang berisi pelajaran lama dan baru lebih tersistem dan terprogram.
Baca artikel menarik lainnya disini.