SANTRIMENARA-COM, KUDUS – Berdasarkan data hisab untuk kota Kudus Indonesia, Ijtima’ akhir bulan Dzulqo’dah 1437 H terjadi pada hari Kamis Wage, 1 September 2016 M pukul 16:05 WIB (qobla ghurub/sebelum maghrib). Pada maghrib malam Jumu’ah Kliwon pukul 17:37 WIB ketinggian hilal -0o 22’ di bawah ufuk (belum wujud) serta di seluruh wilayah Indonesia hilal di bawah ufuk.
Untuk kota Makkah Arab Saudi, Ijtima’ terjadi pada hari Kamis, 1 September 2016 M pukul 12:05 Waktu Arab Saudi (qobla ghurub/sebelum maghrib). Pada maghrib malam Jumu’ah pukul 18:37 Waktu Arab Saudi ketinggian hilal +0o 57’ di atas ufuk, dan di seluruh wilayah Arab Saudi ketinggian hilal berkisar 0 s/d 1.5 derajat diatas ufuk.
METODE PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIYYAH
Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan awal bulan Hijriyyah khususnya di Indonesia. Dalam hal ini kita langsung praktekkan khususkan untuk penentuan awal Dzulhijjah 1437 H:
1. Metode Rukyat Hilal/Melihat Hilal ”Bulan Sabit” (Visibilitas Hilal)
a. Rukyat Hilal Lokal/Wilayatul Hukmi
Metode ini digunakan oleh ormas Nahdlatul Ulama (NU) dengan ketentuan batasan hilal dapat dirukyat minimal ketinggiannya 2 derajat di sebagian wilayah Indonesia.
Menurut Drs. Sirril Wafa, MA putra KH. Turaichan Adjhuri dalam lampiran keterangan Al Manak Menara Kudus tahun 2016, Ijtima’ menjelang masuknya bulan Dzuhijjah terjadi pada hari Kamis Wage, 1 September 2016 jam 16.05 WIB. Di seluruh wilayah Indonesia Hilal masih dibawah ufuk pada malam Jumu’ah tersebut, sehingga tidak mungkin dapat dirukyat. Karenanya, umur bulan Dzul Qa’dah genap 30 hari dan awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari Sabtu Legi, 3 September 2016 M. Pada tanggal 3 September 2016 tinggi hilal pada malamnya 10° 57’ dalam pandangan mata di Jawa Tengah. Hilal berada pada 5,33° sebelah utara titik barat atau 2,34° sebelah selatan matahari terbenam dalam keadaan miring ke selatan. Nurul hilal 0,82 inch. Lamanya di atas ufuk 49 menit, hingga jam 18.27 WIB. Panduan Rukyat Hilal Dzulhijjah 1437 H bisa dilihat di SINI (kepastiannya menunggu hasil ru’yat)
b. Rukyat Hilal Arab Saudi
Metode ini digunakan oleh ormas Hizbut Tahrir. Awal bulan Hijriyyah mengacu pada keputusan pemerintah Arab Saudi. Jika malam Jumu’ah, 1 September 2016 ada klaim laporan rukyat dan telah disahkan (meskipun menurut hisab tidak mungkin dapat dilihat, karena ketinggiannya sangat rendah) maka Awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari Jumu’ah, 2 September 2016 H (sesuai kalender Ummul Quro). Jika tidak ada laporan keberhasilan rukyat/ada laporan rukyat tapi ditolak (sesuai hisab imkanur rukyat) maka awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari Sabtu Legi, 3 September 2016 M (kepastiannya menunggu hasil ru’yat)
c. Rukyat Hilal Global
Metode ini berdasarkan kalender Hijriyyah Global/Universal Hejri Calendar (UHC) dengan membagi wilayah dunia menjadi dua region, yaitu: Zona Timur (180 BT s/d 20 BB) dan Zona Barat (20 BB s/d Benua Amerika).
Awal Dzulhijjah 1437 H di Zona Timur jatuh pada hari Jumu’ah Kliwon, 2 September 2016 dan Zona Barat hari Sabtu Legi, 3 September 2016 M.
2. Metode Hisab/Perhitungan
a. Hisab Hakiki “Imkanur Rukyat”
Metode ini digunakan oleh Pemerintah RI dalam menyusun kalendernya (Taqwim Standard Indonesia). Pemerintah RI bersama Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam yang tergabung dalam MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura) menyepakati bahwa: Awal bulan Hijriyyah berdasarkan hisab Imkanur Rukyat harus memenuhi salah satu syarat berikut: (1) Ketika maghrib ketinggian hilal sudah diatas ufuk tidak kurang dari dua derajat, dan (2) Jarak Bulan-Matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari tiga derajat. Atau (3) Ketika maghrib, umur bulan dari ijtima’ tidak kurang dari delapan jam.
Berdasarkan data hisab pada maghrib malam Jumu’ah Kliwon tersebut, syarat-syarat Imkanur Rukyat MABIMS belum terpenuhi (hilal dibawah ufuk, sudut elongasi 3 derajat dan umur bulan saat maghrib baru 2 jam). Sehingga Awal bulan Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari Sabtu Legi, 3 September 2016 M.
Metode Hisab Imkanur Rukyat ini juga digunakan oleh ormas PERSIS (Persatuan Islam) dengan ketentuan baru dari LAPAN (2011) yaitu: Ketinggian hilal sa’at maghrib minimal 4 derajat dan sudut elongasi minimal 6,4 derajat di salah satu wilayah Indonesia. Dengan demikian syarat – syarat tidak terpenuhi, dan awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari jatuh pada hari Sabtu Legi, 3 September 2016 M.
b. Hisab Hakiki “Wujudul Hilal”
Metode ini digunakan oleh ormas Muhammadiyyah dengan ketentuan sebagai berikut:
- Telah terjadi Ijtima’
- Ijtima’ terjadi sebelum maghrib, dan
- pada sa’at maghrib hilal sudah wujud diatas ufuk, (piringan atas bulan berada diatas ufuk, tanpa memperhatikan ketinggian hilal).
Berdasarkan data hisab pada maghrib malam Jumu’ah Kliwon, di seluruh Indonesia hilal masih di bawah ufuk sehingga menurut hisab wujudul hilal ini awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari jatuh pada hari Sabtu Legi, 3 September 2016 M.
c. Hisab Taqribi
Metode ini sudah mulai ditinggalkan oleh para ahli hisab karena data yang digunakan tidak akurat. Dengan metode ini ketinggian hilal pada malam Jumu’ah Kliwon sudah diatas ufuk berkisar +0 s/d 1.5 derajat. Sehingga awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada Sabtu Legi, 3 September 2016 M.
d. Hisab Jawa Islam
Metode ini digunakan oleh Kasultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta dengan metode baru yaitu hisab ASAPON (sebelumnya adalah ABOGE yang sudah kadaluwarsa). Menurut metode ini awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari Ahad Pahing, 4 September 2016 M dan Grebeg Besar jatuh pada hari Selasa Legi, 13 Dzulhijjah 1437 H.
e. Hisab Urfi
Metode ini digunakan oleh Jama’ah Ahmadiyyah. Metode ini sama sekali tidak memperhitungkan posisi dan letak hilal, sama seperti Hisab Jawa Islam diatas. Dengan metode ini Awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari Sabtu Legi, 3 September 2016 M.
Masih ada metode lain yang digunakan oleh sebagian kecil masyarakat di Indonesia dalam menentukan awal bulan hijriyyah, diantaranya: Jama’ah An-Nadzir di Gowa Sulawesi dengan metode mengamati pasang surut air laut, sebagian kecil masyarakat Jember Jatim dengan metode “Hisab Khomasi”, dan Sebagian Jama’ah Naqsyabandiyyah Padang.
AWAL DZULHIJJAH 1437 H DI ARAB SAUDI
Kalender Ummul Quro adalah kalender resmi yang digunakan pemerintah Arab Saudi untuk kepentingan publik non ibadah. Sedangkan dalam pelaksanaan ibadah Arab Saudi berdasarkan rukyat hilal.
Menurut Kalender Ummul Quro, Awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari Jumu’ah, 2 September 2016 M. Jika malam Jumu’ah, 1 September 2016 ada klaim laporan rukyat dan telah disahkan (meskipun menurut hisab tidak mungkin dapat dilihat, karena ketinggiannya sangat rendah) maka Awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari Jumu’ah, 2 September 2016 H (sesuai kalender ummul quro) dan Wukuf Arofah jatuh pada hari Sabtu, 10 September 2016 H. Namun jika tidak ada laporan keberhasilan rukyat / ada laporan rukyat tapi ditolak (sesuai hisab imkanur rukyat) maka awal dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari Sabtu Legi, 3 September 2016 M dan wukuf Arofah jatuh pada hari Ahad, 11 September 2016 M. Untuk kepastiannya menunggu hasil rukyat yang akan di umumkan Pemerintah Arab Saudi (malam Jumu’ah, 1 September 2016 sekitar pukul 23:00 WIB).
KESIMPULAN:
- Perbedaan yang “populer” terjadi di Indonesia itu hanya antara penganut metode Hisab Imkanur Rukyat yang mengedepankan rukyat hilal (sesuai syar’i) dan Hisab Wujudul Hilal.
- Awal Dzulhijjah di Indonesia insya Allah akan kompak yaitu jatuh pada hari Sabtu Legi, 3 September 2016 M, dan Hari Raya Idul Adha 1437 H serentak jatuh pada hari Senin Kliwon, 12 September 2016 H. Untuk kepastiannya harap menunggu hasil SIDANG ISBAT KEMENAG RI yang insya Allah akan dilaksanakan pada malam Jumu’ah Kliwon, 1 September 2016 M pukul 19:00 WIB
- Wukuf Arofah (menunggu pengumuman resmi)
- Sabtu, 10 September 2016 M, Jika berdasarkan klaim laporan rukyat dan sesuai dengan Kalender Ummul Quro.
- Ahad, 11 September 2016 M, Jika berdasarkan rukyat yang sesuai dengan hisab imkanur rukyat.
Oleh: Azhar Lathif Nashiran
Tim Ahli Badan Hisab Rukyat Daerah Kemenag Kudus
Anggota Lajnah Falakiyyah NU Kudus
Guru Falak MTs dan MA TBS Kudus