Oleh: Taufiqur Rohman, M.Sy
(Dosen IAIN Pekalongan)
Semua bangsa dan semua umat pemeluk agama, dan semua peradaban di dunia, di mana saja dan kapan saja, mengakui bahwa pemuda mempunyai potensi, saham dan peran yang besar dalam setiap perubahan yang terjadi sepanjang perjalanan sejarah kehidupan mereka. Sejak peradaban klasik sampai peradaban kontemporer selalu ada ruang yang tersedia untuk para pemuda dalam berkiprah, mengaktualisasi diri dan menampilkan potensi dan perannya di tengah tengah perjalan sejarah bangsa dan umatnya khususnya dalam pemilu. Bahkan kitab-kitab suci agamapun memperkuat asumsi yang demikian.
Dasar dan motivasi yang menggerakkan para pemuda baik pada masa dahulu, kini (sekarang) dan yang akan datang untuk berperan dalam perubahan-perubahan bangsa dan masyarakat untuk menjadi yang lebih baik secara umum khususnya dalam penyelenggaraan pemilu, dapat di identifikasi sebagai berikut: Pertama, faktor keagamaan, karena dorongan yang benilai dari ajaran agama, mereka memandangnya sebagai wujud pengabdian dan ibadah yang wajib dilakukan, tanpa menuntut imbalan, melalui perjuangan dan pengorbanan. Kedua, Kebangsaan, semangat nasionalitas yang mendorong mereka untuk berjuang agar memperoleh kehidupan yang lebih sejahtera, bersatu dan adil untuk bangsa dan Negara, Ketiga, Keprihatinan, karena nasib bangsanya dan dirinya sendiri yang masih jauh dari yang diharapkan, baik dalam kehidupan ekonomi, politik, hukum dan lain-lain. Semuanya harus diperjuangkan dan dirubah. Keempat, Kepentingan, Karena adanya dorongan untuk meningkatkan kualitas diri, kesejahteraan hidup, dan status sosial yang lebih mapan.
Dahulu, pada saat bangsa Indonesia memperingati “Hari Sumpah Pemuda“ , (yang kejadiannya sudah berlangsung 90 tahun silam, tepatnya pada tahun 1928 ) “Pemuda” menjadi issu besar dalam pembicaraan dan slogan-slogan di media masa, seperti “Saatnya Kaum Muda Memimpin“, “Saatnya Yang Muda Bicara“, “Kapan lagi Pemuda Akan Tampil“ dan lain sebagainya. “Sumpah Pemuda“ bagi bangsa Indonesia dianggap sebagai salah satu tonggak penting dalam perjalanan sejarahnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita menjadi teringat pidato Bung Karno (Presiden Indonesia pertama): “Berikan aku sepuluh pemuda maka akan kugoncang dunia“.
Tapi siapakah yang dimaksud dengan Pemuda? Menurut PBB, yang dimaksud dengan Pemuda (Youth), adalah seseorang yang berusia antara 15 – 24 tahun, dan batasan ini disahkan dalam International Youth Year 1985, dan diakui di seluruh dunia. Namun di beberapa negara, terjadi perbedaan definisi dan pengelompokan umur. Misalnya saja di Indonesia, kata Pemuda dipakai KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia), dengan pengelompokan umur antara 17 – 40 tahun atau HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), yang mematok umur maksimal 40 tahun sebagai anggotanya. GP. Ansor (Gerakan Pemuda Ansor) salah satu organisasi pemuda Islam yang paling besar jumlah anggotanya di Indonesia, menetapkan batasan usia anggotanya antara usia 20 – 45 tahun.
Perubahan-perubahan di Indonesia sejak zaman penjajahan menuju langkah-langkah “Kebangkitan Nasional“, terutama yang secara transparan melibatkan kebangkitan para pemuda-pemuda, dapat dibagi dalam tiga tahapan, antara lain: Pertama: Menuju Kebangkitan Nasional (1900 – 1945), berawal dari mahasiswa Indonesia yang belajar di Timur Tengah. Ditandai dengan munculnya beberapa“ organisasi Islam“ seperti Jam’iyah al-Khair (1905), Syarikat Islam (1912), Muhammadiyah (1912), Al-Irsyad (1915), Persis (1923), Nahdlatul Ulama (1926), Majlis Islam A’la Indonesia / MIAI (1937), Majlis Syura Muslimin Indonesia/Masyumi (1943). Dengan berkembangnya organisasi-organisasi Islam tersebut, terjadi perubahan–perubahan orientasi yang signifikan di kalangan komunitas Islam, baik sebagai “umat” maupun sebagai “bangsa”. Periode ini melahirkan tokoh-tokoh pemuda, seperti Cokroaminoto, A. Wahab Hasbullah, Mas Mansur, Agus Salim, Muhammad Natsir, A. Wahid Hasyim, A. Kahar Mudzakir, Sudirman, Bung Tomo, dan lain-lain. Ditambah dengan tokoh-tokoh pemuda nasionalis sekuler, seperti Sukarno, Hatta, Muhammad Yamin, Syahrir, Ali Sastroamidjaja. Selanjutnya mereka menjadi pemipin-pemimpin Indonesia modern.
Sekarang, Setelah Kemerdekaan Indonesia (1945- sekarang), untuk mengisi kemerdekaannya, terasa sekali kebutuhan Indonesia terhadap berbagai macam keahlian yang dimiliki putera-putera bangsa, mulai dari administrasi pemerintahan, ekonomi–keuangan, ilmu dan teknologi, kesehatan rakyat, pendidikan, politik dan birokrasi, dan lain sebagainya. Di satu sisi semua hal tersebut membuka peluang-peluang, tapi di sisi lain, membuka persaingan-persaingan di antara putera-putera bangsa. Tidak jarang dalam persaingan-persaingan ini terjadi usaha saling meminggirkan, dan saling memojokkan. Selama masa rezimOrde Lama di bawah kepemimpinan presiden Sukarno, orde baru di bawah kepemimpinan presiden Suharto, orde reformasi di bawah kepemimpinan presiden Prof. BJ. Habibie, presiden Abdur Rahman Wahid, presiden Megawati, presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan presiden Joko Widodo.
Selama masa-masa tersebut pemuda-pemuda yang tergabung dalam organisasi-organisasi Islam, seperti GP. Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Himpunan Mahasiswa Islam/HMI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII dan lain-lain melakukan konsolidasi intensif. Pada waktu terjadi gerakan reformasi tahun 1966, para pemuda tersebut dengan bergabung dengan kekuatan pemuda-pemuda lain, melakukan aksi demontrasi di jalan-jalan ibukota dan kota-kota besar lainnya sampai rezim Orde Lama jatuh dan digantikan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Suharto. Muncul nama tokoh-tokoh pemuda Islam, seperti : M. Subchan ZE, Emil Salim, M. Zamroni, Akbar Tanjung, Fahmi Idris, dan lain-lain, mereka merupakan politisi-politisi muda Islam (pada waktu itu) yang kemudian hari menjadi Menteri atau memimpin Lembaga-lembaga Tinggi Negara. Disisi lain muncul tokoh-tokoh pemikiran Islam kontemporer, seperti: Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, Imadudin Abdurrahim, Amin Abdullah, Amin Rais, dan lain-lain. Pemikiran-pemikiranmerekamempengaruhimasyarakat Islam di Indonesia, khususnya para pemuda-pemudanya. Dalam bidang sains dan technology, nama-nama Prof. Baiquni, Prof. Dodi Tisnamidjaya, Prof. B.J. Habibie, dan lain-lain. Mereka telah menyiapkan pakar-pakar Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) di kalangan generasi muda Islam, dan sekarang sudah cukup banyak yang telah menempati posisi-posisi strategis dalam industry berat di Indonesia.
Dalam bidang kebudayaan dan seni, nama-nama Umar Khayam, Rendra, Usmar Ismail, Asrulsani, Kuntowijoyo, dan lain-lain. Mereka sejak muda sudah mempunyai pengaruh dan andil dalam perubahan-perubahan di bidangnya masing–masing. Secara kasuistik dapat dibuat ilustrasi tentang peranan pemuda Islam dalamperubahan di Indonesia, adalahkelahiran ICMI (IkatanCendekiawan Muslim se-Indonesia), sebuahorganisasi yang sering dipandang sebagai kumpulan elit Muslim ini, Organisasi Cendekiawan Muslim ini lahir secara resmi pada Desember 1990. Apapun kekurangan-kekuarangannya, ICMI telah ikut membuat perubahan di Indonesia, antara lain, pada Pemilu 1992.
Nanti dari mereka, banyak lahir tokoh-tokoh pemuda yang berpengaruh dan pada waktunya mereka menemukan momentum untuk tampil sebagai pemimpin umat dan bangsa yang ikut mempengaruhi perubahan di Indonesia khususnya dalam kontestasi pemilu yang jujur dan adil dengan berbagai kreatifitas dan inovasi yang progresifsebagai perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan pemerintahan negara yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Baik dalam pemilu legislatif untuk memilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dan pemilu presiden dan wakil presiden untuk memilih pasangan presiden dan wakil presiden.