SANTRIMENARA.COM, PEKALONGAN – Pekalongan menjadi pusat keagamaan dan organisasi awal era kemerdekaan hingga sekarang. Bahkan produk khas batik mendongkrak perekonomian dan menjadikan Pekalongan salah satu kota besar di pantai utara pulau Jawa. Mengenai pusat keagamaan di Pekalongan, masyarakat santri tidak asing dengan pengajian Habib Luthfi bin Yahya di gedung Kanzus Sholawat Pekalongan. Meskipun di lain tempat, pengajian Rois ‘Am Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah (JATMAN) itu pasti dipenuhi ribuan jamaah. Ada juga makam Habib Ahmad di Sapuro yang menjadi pusat ziarah utama setelah Walisongo.
Menurut pantauan santrimenara.com pada Kamis (28/7), banyak pemakaman di Pekalongan yang mempunyai lebih dari satu ulama kharismatik. Misalnya, di pemakaman Banyurip, Pekalongan Selatan terdapat makam KH. Amir, KH. Ahmad Fadhlun, dan lain sebagainya. Begitu juga di pemakaman desa Simbang Kulon Gang 4, Buaran, Pekalongan, ada makam KH. Abdul Hadi KH. Chudlori Tabri, KH. Bakri Hamzah dan lainnya yang merupakan sesepuh desa tersebut.
Dalam sejarahnya, banyak kiai Kudus yang pernah ngangsu kaweruh hingga mengambil ijazah Dalail al-Khairat di desa Simbang, yaitu di pondok KH. Amir. Di antaranya adalah waliyyullah Syeikh KH. Yasin Bareng dan KH. Muhammadun Pondowan. “Bahkan hingga KH. Amir wafat, KH. Muhammadun Pondowan, yang juga menantu KH. Yasin Bareng, masih selalu menghadiri haul beliau. Hal ini kemudian diteruskan oleh putranya hingga, yaitu KH. Aniq Muhammadun dan KH. Aslam Muhammadun,” ujar Ibnu Izma, salah satu santri di Simbang. KH. Ahmad Basyir, ulama Dalail al-Khairat Kudus, juga mengambil dari KH. Yasin Bareng dan KH. Muhammadun Pondowan. “Seperti tertulis di akhir Dalail al-Khairat, ada kalimat ka ma amlahu syaikhuna Muhammadun (sebagaimana ditulis oleh syaikh kami, yaitu KH. Muhammadun). Ini berarti beliau (KH. Ahmad Basyir) juga mengambil dari muridnya KH. Amir Simbang,” ujar In’am, salah satu pengamal Dalail al-Khairat (smc-025).