SANTRIMENARA.COM, NGAJI TAFSIR – Di bawah ini adalah catatan kecil pengajian rutin Tafsir Al Qur’an Jum’at Fajar yang diasuh langsung oleh KH M Sya’roni Ahmadi Kudus di Masjid Al Aqsha Menara Kudus pada Jumat (12/08/16). Ada 2 ayat dalam surat al-Baqarah (172-173) yang dijelaskan KH Syaroni Ahmadi pada catatan edisi “Logika Sesat, Bangkai Lebih Halal dari Hewan Sembelihan” ini.
Kedua ayat tersebut menerangkan tentang Perintah makan makanan halal dan baik, Makanan yang diharamkan oleh Allah. Berikut selengkapnya:
Surat Al-Baqarah 172 (Perintah makan makanan halal dan baik)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (172)
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”
Bahasa yang sangat halus. Tanpa diperintah, manusia pasti akan tetap makan karena manusia itu dilengkapi nafsu. Ayat ini memerintahkan kita untuk makan makanan yang halal lagi baik. Walaupun halal tapi kalau tidak baik itu tidak boleh, sebagaimana makan durian mentah. Makan durian mentah itu halal tapi tidak enak. Tujuan makan dan minum agar badan kuat, setelah kuat bisa bersyukur dan beribadah kepada Allah. Karena manusia diciptakan untuk beribadah kepadaNya. Sebagaimana firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات:56)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Adz Dzariyat : 56)
Ketika manusia tidak shalat, tidak zakat berarti mereka tidak bersyukur.
Surat Al-Baqarah 173 (Makanan yang diharamkan oleh Allah)
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (173)
“Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Lafadz “Innama” menurut ilmu balaghah mempunyai 3 makna:
- Hashr atau Qashr al Ifrad yaitu mengkhususkan sesuatu dengan sesuatu ketika yang diajak bicara menyakini lebih dari satu. Contoh: ada nasi opor yang baru saja disajikan di meja makan tiba-tiba sudah habis. Yang menyajikan menyangka ada beberapa orang yang telah memakannya, kemudian orang yang mengetahui berkata: إنما أكله زيد Sesungguhnya hanya zaid yang telah memakannya. Contoh ini juga bisa digunakan untuk qashr al ta’yin.
- Hashr atau Qashr al Ta’yin yaitu mengkhususkan sesuatu dengan sesuatu ketika yang diajak bicara menyakini satu yang tidak tertentu.
- Hashr atau Qashr al Qalb yaitu mengkhususkan sesuatu dengan sesuatu ketika yang diajak bicara menyakini sebaliknya.
Lafadz “Innama” dalam ayat ini bermakna Qashr al Qalb bukan Qashr al Ta’yin atau Qashr al Ifrad. Ada beberapa orang yang mengarahkan “Innama” pada makna Ta’yin atau Ifrad sehingga membatasi makanan yang diharamkan hanya 4 macam yang disebutkan dalam ayat ini:
- bangkai
- darah
- daging babi
- hewan sembelihan dengan menyebut nama selain Allah
selain 4 ini hukumnya halal. Pemaknaan seperti ini berbahaya karena bisa jadi makan batu, kayu halal hukumnya.
Pada lafadz “Innama” dalam ayat ini bermakna Qashr al Qalb adalah untuk menolak anggapan orang kafir yang menyatakan bahwa bangkai hewan itu lebih halal dari sembelihannya. Logika yang mereka pakai adalah bahwa hewan sembelihan itu yang mematikan adalah modin sedangkan bangkai yang mematikan adalah Allah. Sehingga mereka membuat kesimpulan sesat bahwa hewan yang dimatikan Allah itu lebih halal dari yang dimatikan manusia, karena Allah dengan manusia lebih utama Allah. Dengan turunnya ayat ini mempertegas hukum haramnya bangkai, sehingga bangkai diletakkan dalam urutan pertama makanan haram. Sedangkan yang disebut bangkai adalah hewan yang mati tidak melalui proses disembelih.
Darah (dideh) hukumnya haram sedangkan hati dan ampela hukumnya halal. Babi haram dikonsumsi baik daging, kulit, lemak atau organ lainnya, walaupun yang disebutkan dalam ayat ini hanya daging. Karena ayat ini mengikuti kebiasan manusia yang menyebutkan dagingnya saja.
Makanan haram berikutnya adalah hewan sembelihan dengan menyebut nama selain Allah. Kebiasaan kafir Makah ketika menyembelih hewan mereka menyebut nama berhala Laata dan Uzza ”Bismillaata wal Uzza”. Adapun menyembelih hewan dengan menyebut nama Allah ”Bismillahirrahmanirrahim” hukumnya sunah, sedangkan menyembelih tidak menyebut apa-apa hukumnya makruh. Ada sebagian orang yang salah faham mengharamkan sembelihan untuk jamuan manaqiban, majlis al barzanji, tahlilan dengan dalih ayat ini. Pemahaman ini jelas tidak sesuai dengan peruntukan ayat, karena yang diharamkan adalah menyebut nama selain Allah saat menyembelih. Kecuali jika ketika menyembelih menyebut “Bismil Manaqib, Bismil Berjanjen” maka sembelihannya haram.
Dalam kondisi terpaksa atau darurat boleh memakan makanan haram tapi tidak boleh berlebihan. Secukupnya saja sesuai kebutuhannya. Sebagaimana ketika di hutan belantara tidak ada yang bisa dimakan kecuali bangkai kambing. Wallahu A’lam. Santri Abadi (smc-777)
Baca juga:
Ngaji Tafsir Jumat (05/08/16) Kisah Iblis dan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani
mantap
manTaBS…. santri abadiah
alhamdulillah, semoga tambah berkah
Alhamdulillah… Sanget ngaos… Mugo2 berkah
Rekaman Pengajiannya ada atau tidak ya Mr. Admin
Alhamdulillah nambah ilmu,makasih postingan ya
Mudah2 an slalu ada postingan ngaji tafsir Mbah sya’roni
Syukron katsir pengaosane gus…
alhamdulillah aswaja kudus masih ada bentengnya..dari pengaruh wahabi dll