SANTRIMENARA.COM, KUDUS – Munadharah Qudusiyyah adalah forum diskusi agama yang diikuti oleh para pakar fikih dan didampingi oleh ulama terkemuka dari Kudus. Forum yang rutin dilaksanakan setiap Ahad Paing atau selapan (35 hari) sekali dan secara bergilir di masjid-masjid tiap kecamatan di wilayah Kudus ini, jika bertepatan dengan bulan Muharram maka dilaksanakan di Masjid Al Aqsha atau lebih dikenal dengan Masjid Kauman Menara Kudus sebagai salah satu rangkaian acara Buka Luwur Makam Kangjeng Sunan Kudus tahun 1439 Hijriyah.
Munadharah Masail Diniyyah untuk tahun ini dilaksanakan pada Ahad Paing (24/09) di lokasi Masjid Al Aqsha Kauman Menara Kudus. Forum diskusi agama kali ini direncanakan membahas 3 permasalahan agama yaitu: 1. Jama’ah shalat maktubah (lima waktu) qadla’ di bulan Ramadlan 2. Berdoa setelah shalat jenazah 3. Kesucian daging yang dimasukkan kulkas.
Diskusi yang dipimpin oleh KH. Amin Yasin selaku moderator berlangsung gayeng. Dari ketiga permasalahan agama yang direncanakan untuk dibahas, hanya sebagian saja yang bisa diputuskan. Ini dikarenakan terbatasnya waktu yang disediakan, walaupun dari mubahits (peserta diskusi) masih bersemangat untuk meneruskan pembahasan. Permasalahan yang belum terbahas akan dibahas lebih lanjut pada Munadharah Qudusiyyah berikutnya.
Di antara hasil keputusan Munadharah Qudusiyyah Ahad Paing (24/09/17) yang dirumuskan oleh KH. M. Amin Yasin, K. Moh. Islahul Umam dan K. Subhan sebagai Tim Perumus dan KH. Ahmadi Abdul Fattah selaku Mushahih, adalah tentang hukum jamaah shalat qadha lima waktu. Para mubahits sepakat bahwa jamaah shalat qadha lima waktu diperbolehkan, bahkan dihukumi sunat jika shalat qadha yang dilakukan imam dan makmum sama. Ma’khadz (referensi) yang dipakai di antaranya dari Nihayatuz Zain hal 117.
Soal lain yang juga dibahas adalah apa batasan seseorang bisa melakukan qadha shalat lima waktu. Dalam forum tersebut diputuskan bahwa dalam masalah ini terdapat tafsil sebagai berikut:
> Shalat maktubah yang ditinggalkan dalam keadaan islam dan mukallaf, wajib diqadha
> Shalat maktubah yang ditinggalkan saat tamyiz atau gila, sunat diqadha
> Jika seseorang tidak pernah meninggalkan shalat maktubah, lalu ia melakukan shalat qadha tanpa sebab, hanya karena berhati-hati (ihtiyath), maka hal ini tidak diperbolehkan. Namun dalam madzhab Hanafi, terdapat pendapat yang memperbolehkan.
Ma’khadz yang dipakai di antaranya dari Tuhfatul Habib (Hasyiyah Bujairimi alal Khathib) juz 1 hal. 408, Hasyiyah Jamal juz 1 hal 282, dan Fatawi Qadhi Khan juz 1 hal. 96.
Hasil diskusi yang bersifat kolektif tentu tidak semua bisa menerima, namun dengan dilengkapi referensi ibarat dari kitab-kitab karya ulama’ salaf tentu lebih kuat daripada hanya berdasar logika dan analisa pribadi. (smc-777)