opini

Mencegah Kemungkaran Sesuai Porsi

2 Mins read

Oleh: Moh. Haidar Latief

Memang benar, kemungkaran ataupun kedholiman merupakan hal yang tidak baik, keduanya merupakan hal yang dilarang dalam agama, kita diperintahkan agar kita menjauhinya.

Bahkan dalam Surat Ali Imron ayat 110 memerintahkan kepada kita agar kita menyeru kebaikan kepada orang lain, dan melarang kemungkaran yang dilakukan oleh orang lain.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ …

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali ‘Imran: 110)

Selain itu dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim juga menunjukkan tentang pentingnya melawan kemungkaran

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِّهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia menghilangkannya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Orang yang tidak mampu dengan lisannya, maka dengan hatinya. Dan dengan hati ini adalah lemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Kedua dalil tersebut (QS. Ali Imron ayat 110 dan Hadis riwayat Imam Muslim) senada dalam menyuarakan perlawanan kepada kemungkaran.

Kita semua tentu sepakat, bahwa perintah untuk ber-amar ma’ruf nahi munkar adakah bagian dari perintah Allah tanpa keraguan. Masing-masing dari kita mempunyai kewajiban untuk mengejawentahkannya dalam kehidupan sehari-hari yang kita jalani.

Namun yang perlu diperhatikan, menjalankan amar ma’ruf nahi munkar tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Begitu kita melihat kemungkaran seketika kita basmi, kita lawan, dan kita hentikan. Kita perlu mengenal tingkatan-tingkatan praktik dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar.

Kurang lebih hal ini lah yang menjadi salah satu topik pembahasan dalam buku Edi Mulyono atau yang lebih familier disapa Edi AH Iyubenu. Dalam bukunya yang berjudul Sesaudara dalam Iman, Sesaudara dalam Kemanusiaan dirinya menjelaskan adanya tiga tingkatan yang diberikan oleh hadis Rasulullah riwayat Imam Muslim yang telah penulis sebutkan di atas.

Baca Juga  Syari’ah, Thariqah atau Hakikat, Manakah Tingkat Puasa Kita?

Sesuai hadis tersebut kita diberikan pilihan untuk menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dengan tiga pilihan. Pertama dengan tangan kita (kekuatan, kekuasaan). Kedua dengan lisan kita (peringatan, dakwah). Ketiga dengan hati kita (menolak dalam hati, membenci kemungkarana yang terjadi).

Soal mana yang akan kita gunakan dalam menghadapi kemungkaran, itu kembali pada diri kita masing-masing. kita lah yang dapat mengetahui dengan memakai tahapan yang mana ketika kemungkaran ada di hadapan kita.

Yang menjadi masalah adalah seolah-olah kita enggan untuk mendapatkan predikat selemah-lemah iman karena hanya menolaknya dalam hati, buka dalam perbuatan nyata.

Semua orang pasti ingin sampai pada derajat keimanan yang paling tinggi, sehingga banyak orang yang memaksakan merangkak ke derajat pertama ataupun keduad alam amar ma’ruf nahi munkar, yakni dengan tangan ataupun lisan, meskipun di dalam dirinya nihil kewenangan dan kompetensi.

Tingkatan pertama dan kedua (dengan tangan dan dengan lisan) dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar tak bisa dibebankan dan dijalankan kepada semua orang. Pada amar ma’ruf nahi munkar yang sejenis ini lebih tepat jika kita nisbatkan kepada ulul amri (pemilik, pengurus, atau penguasa) karena merekalah yang mempunyai otoritas dalam mengatur ketertiban di masyarakat.

Jika kita yang tidak mempunyai kecakapan dalam bidang tersebut memaksakan diri untuk masuk ke dalamnya, bukan tidak mungkin justru akan meletuskan pertengkaran, dan menumbuhkan kebencian baru antar masyarakat. Hal ini tentu tidak selaras dengan tujuan utama dalam amar ma’ruf nahi munkar. Kita tetap perlu mengutamakan dar-ul mafasid dari ketimbang jalbul mashalih.

Cara yang semestinya dalam kita menyikapi kemungkaran yang ada di depan kita adalah menolak praktik kemungkaran yang ada di depan mata dengan hati, kemudian bisa dilanjutkan dengan melaporkannya kepada pihak yang mempunyai kewenangan dalan menertibkan hal tersebut seperti kepada pemerintah ataupun kepada polisi.

Baca Juga  Islam dan Anomali Demokrasi

Edi melanjutkan, kata kunci yang harus disadari bersama adalah “tahu kapasitas diri kita masing-masing”.

Al Habib Jindan bin Novel juga mengatakan jika kita melihat perkara yang mungkar ada di depan kita, lalu kita ingin menjalankan nahi munkar, maka lakukanlah dengan cara yang ma’ruf. Jika kita melakukan nahi munkar dengan cara yang mungkar juga, maka nantinya di sini akan terjadi dua kemungkaran. Tentu ini akan menjadikan permasalahan lagi.

Maka, agar agama Islam tetap menjaga marwahnya sebagai agama yang damai, agama yang bijaksana, serta di dalamnya terdapat umat terbaik, maka kita perlu bijaksana dalam bertindak agar kegiatan keberagamaan kita dapat menyublim kepada orang lain tanpa rasa benci, dendam, dan makian sehingga nilai-nilai keindahan dalam agama tetap terjaga.

Komentar
Related posts
Essaiopini

Bulan Ramadhan dan Tantangan di Dalamnya

2 Mins read
Dibaca: 180 Oleh: Moh. Haidar Latief Saat ini kita memasuki bulan yang mulia, bulan yang dinantikan kehadirannya oleh seluruh umat Muslim seluruh…
opinipendidikanpesantrensantri

Masa Depan, Santri Dituntut Harus Bisa Bahasa Mandarin

1 Mins read
Dibaca: 335 Santri ialah mereka yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren. Santri biasanya menetap di asrama (pondok) dengan kurun waktu tertentu….
opini

Olimpiade Tokyo 2020: Cobaan Greysia Terbalas Emas

2 Mins read
Ujian Greysia semakin berat semenjak kakaknya meninggalkannya pada akhir tahun 2020, beberapa anggota keluarganya juga terpapar covid-19.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.