Depok- Menjadi mahasantri (mahasiswa santri) menjadi pilihan para mahasiswa/i yang akhirnya memutuskan untuk mondok di Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok sembari menjalankan studinya di universitas. Tentu dalam perjalanannya menyelesaikan dan menyeimbangkan kegiatan perkuliahan dan kepesantrenan bukan hal yang mudah. Akan tetapi di tahun ini, sebanyak 16 wisudawan berhasil menyelesaikan misi belajarnya di pesantren dan diharapkan bisa menyebarkan kebermanfaatan sesuai dengan profesi serta keahliannya di masyarakat.
“Lulus dari Al-Hikam bukan berarti selesai menjadi santri. Wisuda bukan berarti berhenti menjadi santri, wisuda ini hanya menyimbolkan selesai belajar di Al-Hikam tetapi harus tetap dilanjutkan belajar di tempat lain,” tutur H. M. Yusron Shidqi, LC. MA., Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok, Ahad, (24/09).
Pengasuh pesantren yang akrab disapa Gus Yus juga menyampaikan, “Rata-rata umat Islam melihat dunia ini hanya membaca mikrokosmos yang di dalam Al-Quran baru membaca makrokosmos. Sayangnya yang kita khawatirkan adalah orang-orang yang kuliah di kampus-kampus dikatakan dengan kampus non agama atau umum hanya berhenti untuk melihat agama ini dari makrokosmos kemudian tidak membaca Al-Quran. Kemudian bagaimana orang yang hafal Al-Quran ini berhenti hanya membaca Al-Quran tapi tidak mau membaca kehidupan?” tanya beliau dalam sambutannya.
Oleh karena itu, Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok hadir sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mengingat, tujuan utama didirikannya pesantren yaitu untuk menjembatani mahasiswa yang belajar ilmu-ilmu umum agar tetap bisa belajar agama di tengah kota.
Dalam kesempatan ini Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok juga memberikan apresiasi kepada wisudawan dan ucapan terima kasih kepada dewan pengajar Al-Hikam Depok yang telah mendidik dan menemani santri-santriwati dengan sabar dan penuh keikhlasan selama 4 tahun.
Acara wisuda dilanjutkan dengan rangkaian prosesi wisuda dan pembacaan janji alumni. Selain itu, acara juga disertai dengan berbagai sambutan mengharukan dan ucapan syukur baik dari perwakilan wisudawan, wali wisudawan, wali santri baru, santri baru yang akan dikukuhkan, serta sambutan perwakilan alumni yang memberikan motivasi pasca lulus dari pesantren.
Puncak acara, orasi ilmiah dibawakan oleh Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, Bapak Athor Subroto, S.E., M.M., M.Sc., Ph.D., dengan paduan tema orasi tentang Santri Berkontribusi di Kancah Internasional: Menjaga Tradisi, Mengembangkan Inovasi.
Pak Athor Subroto menyampaikan bahwa disrupsi teknologi dan mega disrupsi pandemi menjadi tantangan dunia internasional kini. “Adanya efek Geopolitik, Geoekonomi, dan Geostrategi yang membuat kehidupan kadang tidak seimbang. Belum lagi pemanasan global dan perubahan iklim yang hingga saat ini menjadi perhatian utama masyarakat dunia,” tutur beliau.
Dibutuhkannya kesiapan mental dan fisik yang baik untuk menghadapi adanya transformasi digital yang bergerak dengan cepat. “Ada banyak cerita yang pintar secara akademik tetapi tidak cukup siap menghadapi perubahan dalam transformasi digital ini. Tidak siap menerima perubahan,” ungkap beliau.
Beliau juga menyampaikan, tanpa mengenal tradisi yang baik maka transformasi ini bisa menjadi sesuatu yang membahayakan. Menurut Pak Athor, pintar secara akademik saja tidak cukup mendapatkan kesiapan dalam hal perubahan transformasi digital yang sangat cepat.
Akan tetapi, beliau menyampaikan dengan adanya penguatan ilmu agama yang didapatkan di pesantren menjadi pondasi baik untuk menyambut segala bentuk perubahan. “Saya kira anda akan lebih siap, karena mental dari pesantren saya kira akan lebih cepat bisa beradaptasi dan memiliki tradisi yang membuat sesuatu itu jauh lebih smooth ketika terjadi perubahan dan ini yang tidak didapatkan oleh banyak mahasiswa lain yang tidak melengkapi dirinya dengan ilmu agama,” kata Pak Athor dalam orasi ilmiah beliau.
Dalam wisuda yang dihadiri oleh wali santri baru dan wali wisudawan ini, Pak Athor juga turut menyampaikan tentang hal yang harus dilakukan kita sebagai santri untuk terus menjaga yang sudah ada dengan menerima yang baik dan yang baru. “Selain itu, inovasi berjalan natural sesuai kondisi yang dihadapi seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan,” kata beliau.
Sebelum menutup orasinya, Pak Athor berpesan agar para santri maupun wisudawan dapat terus merawat tradisi dan melakukan inovasi, karena inovasi akan muncul untuk menghilangkan keluhan pada proses. “Mudah-mudahan tradisi selama ini yang telah kita junjung semoga mendorong inovasi dan membuat kehidupan menjadi positif,” tutup beliau.