Ada beberapa kemiripan dalam tanding final Euro 2020 dengan final Euro 21 tahun yang lalu. Dua kontestan dalam tanding dua Final tersebut, sama-sama mengenakan jersey biru dan putih. 21 Tahun lalu, di Rotterdam, Zinedine Zidane Cs. berkostum biru, Paolo Maldini Cs. berkostum putih. Awal cerita, putih unggul lebih dulu lewat Delvecchio, kaos warna biru menyusul gol menjelang akhir laga di waktu normal melalui Wiltord. Akhirnya, Perancislah yang kemudian berhak atas status Raja Eropa saat itu begitu gol sudden-death David Trezeguet.
Tentang warna biru pada dua final itu ada kesamaan dan perbedaan. Kesamaannya, laga tersebut sama-sama dilakukan oleh Negara Pizza. Warna biru ketinggalan terlebih dahulu, untuk kemudian menyusul, hingga mengangkat piala pada akhir laga. Sama yang diperankan oleh Giorghio Chiellini cs, kemarin, meski tertinggal dahulu, Italia berhak atas gelar raja eropa tahun ini.
Meskipun laga Britania versus Italia tidaklah semenguras emosi seperti laga Inggris-Jerman, Brasil-Argentina, Belanda-Jerman, atau laga-laga legendaris lainnya. Hal ini karena selain pertemuan keduanya sangat jarang terjadi di laga puncak, di luar lapangan Inggris lebih mendominasi sejarah ketimbang Italia.
Topik bola yang dikaitkan dengan histori di luar lapangan dari kedua kubu yang akan bertanding adalah bumbu penyulut emosi yang mengasyikkan. Laga Jerman-Inggris selalu menghadirkan sajian laga yang menyulut emosi. Hal tersebut pertemuan keduanya sering dianalogikan dengan The Battle of Britain, satu segmen peperangan kedua negara itu dalam mandala Perang Dunia II di Eropa. Duel Jerman dan Belanda juga sama. Ia sering dijadikan sebagai media ungkit emosi orang Belanda atas peristiwa invasi tentara Jerman atas negeri kincir angin pada pertengahan Mei 1940. Itu hanya sekedar contoh.
Persinggungan Italia dan Inggris bermula ketika Romawi menginvasi Britania dengan para legiunnya yang gagah berani. Melalui sekelumit pengenalan sejarah periode ini, secara umum tidak ada hal yang menguras emosi. Konklusinya, meski di bawah hegemoni Romawi, toh ini diingat sebagai periode masa bagi orang Inggris dikenalkan dengan agama dan dogma Kristiani. Dari ajaran ini masyarakat Inggris menghadirkan salah satu tokoh spiritual legendaris, Santo George, yang abadi dengan penamaan St. George’s Cross, untuk identifikasi lambang pada bendera Inggris.
Sejarah Inggris juga tidak harus ditulis dengan berjibun narasi kepahlawanan dan perihnya perlawanan selama di bawah hegemoni Romawi itu. Alasannya, karena pihak yang disebut terakhir itu, secara berangsur melepaskan genggamannya atas wilayah yang diregimentasinya itu dikarenakan persoalan politik internal. Sejarah Inggris setelah itu merupakan pertarungan hegemoni dan eksistensi di antara ras-ras yang berada di wilayah itu seperti orang Anglo, Keltik, Scottish, dan lain-lain.
Selain itu, persinggungan Italia dan Inggris di Perang Dunia ll pernah terjadi. Bergabungnya Italia dalam Pakta Besi membuat mereka harus menghadapi Inggris sebagai musuh. Toh tingkat emosi permusuhan yang dikenang berada di bawah level Jerman dan Inggris. Pendaratan di Salerno dan Messina tahun 1943, sebagai tahap pertama untuk menyerbu Roma yang melibatkan Jenderal Montgemerry tidak memunculkan luka berlebihan di pihak Italia. Demikian pula penghadapan tentara Italia dan Inggris di Yunani. Jenderal Pietro Badoglio dan anak buahnya sudah tak mau berperang dan lebih memilih berkompromi dengan gabungan tentara Inggris dan Amerika.
Kembali ke duel final Euro kemarin. Luke…
Baca artikel menarik lainnya disini, atau baca opini.