“Saya berharap para orang tua mau memondokkan anak-anaknya ke pesantren usai menonton film ini,”
Adalah kutipan Sutradara film saat Gala Premier Hati Suhita pekan kemarin. Memang dalam film yang mengambil 85 persen di lingkungan pondok pesantren dg berdurasi 137 menit ini layak ditonton
Dalam film yang dialihvisualkan dari Novel Mbak Ning Khilma Anis ini melebihi dari bukunya yang sudah viral dan booming sebelum lahir filmnya secara apik dan mengobati kerinduan penikmat film religi yang kuat cceritanya serta terasa dekat dengan lingkungan kita semua
Kenapa dekat kita, film ini full diambil dengan susana pesantren, film di ambil sembilan kota, diantaranya Bogor, Salatiga, Kediri dengan suasana dan bercerita tentang kisah kegigihan seorang perempuan Alina Suhita yang tak dinyana menikah dengan Gus Birru yang super dingin akibat cinta yang dijodohkan.
Juga sosok perempuan kuat lainnya, Rengganis dengan keluasan hati memperkuat Gus Birru untuk segera sadar bahwa pilihan Abah adalah tidak salah, Alina selain cerdas juga pandai manajemen sebuah Yayasan lembaga pendidikan, menjadi kepala Madrasah.
Film ini juga mampu menampar anggapan bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan kuno yang tdk terbuka terhadap sistem modern. Nyatanya, visual dan setting film secara natural bisa menghadirkan pesantren yang bersih serta mengajarkan skill dan kemampuan santri. latihan jurnalistik dan bedah buku.
Pesantren di film yg diadopsi dari novel garapan cucu mantu Mbah Tur, KH Turaichan Adjhuri Kudus, ulama ahali astronomi/falak ini nyambung sanad keturunan lgs Sunan Kudus Syech Ja’far Shodiq juga menghadirkan tradisi ziarah ke makam waliyullah dan menggambarkan kondisi umum pondok pesantren sekarang ini yang sudah maju dan modern.
Pesantren sudah ramah digital, terdapat laboratorium, ada layanan administrasi secara komputerisasi serta jejeran koleksi buku tidak hanya tentang literasi keagamaan Amtsilatuttasrifiyah, juga ada buku-buku barat. Seperti karya Bertrand Russel tentang Sejarah Filsafat Barat.
Juga tentang Spiritual dan Pesona Seks dalam buku Asmaragama Wanita Jawa menambah bumbu film. Adegan Bu Nyai saat semaan dan setoran hafalan Al Quran juga sangat natural khas pesantren tahfidz. Dan yang membuat saya pribadi adalah terdapat foto para Kiai dan faunding father pesantren. Ini semua dihadirkan secara utuhdalam visual dan dialog.
Pesantren juga dihadirkan seperti saat ini, ia memberikan peluang dan fasilitas yang sama terhadap perempuan saat belajar di Pondok, santriwari juga dipacu agar mampu tampil dan mampu memimpin sebuah organisasi, menjadi pengabsah wongso, perempuan ideal dan penerus generasi emas.
Gus Birru anak Kiai yang gaul serta mampu membuka caffe juga bagian realistas, bahwa meski dalam dunia pesantren namun juga mahir dalam dunia interpreneurship. Namun tetap memegang tradisi baik. Caffe namun dilengkapi Musholla yang layak.
Backsound akad nikah khas ini diisi oleh suami penulis novel, Gus Birru yg aseli Masda Ahmad diawal durasi menambah suasana kesakralan dan seakan itu adalah kawinan betulan.
Hari ini Film ini resmi rilis. Mau lanjut tentang film ini? “Matamu sudah berbicara”
Penulis : Sholla Taufiq