Dalam rangka menyemarakkan Hari Santri 2021, Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus menyelenggarakan Seminar Nasional Semarak Hari Santri 2021 dengan mengusung tema Santri Berkiprah, Bertumbuh, Berdaya dan Berkarya, Kamis (21/10).
Seminar yang diselenggarakan secara virtual tersebut dihadiri oleh Wakil Dekan IAIN Kudus, Ihsan, dan mendatangkan narasumber yakni KH. Abdul Ghofur Maimun dan Faishol Firdaus.
Dalam sambutannya, Ihsan menyampaikan bahwa santri harus berkiprah.
“Santri harus berkiprah atau sukses jika memiliki keseimbangan antara duniawi dan ukhrowi. Santri harus bisa menguasai dunia, dan tentunya harus diimbangi dengan spiritual yang tinggi,” terangnya.
KH. Abdul Ghofur Maimun atau yang dikenal dengan Gus Ghofur menyampaikan materi dengan topik Peran Santri dalam Pembangunan dan Peradaban Bangsa.
Menurut Gus Ghofur jika santri ingin berperan ada 4 hal yang perlu diperhatikan.
“Pertama, berperan butuh ilmu di berbagai bidang. Ilmu itu sangat penting. Jika santri punya ilmu, maka ke depan santri biasa mengisi kepemerintahan. Kedua, jika ingin berperan itu harus masuk kekuasaan atau birokrasi. Karena dengan masuk kekuasaan peran bisa dijalankan secara maksimal, ” jelas Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Anwar Sarang.
“Ketiga, dengan ekonomi. Santri harus kaya atau memiliki kekuatan ekonomi. Karena ekonomi bisa mempengaruhi kebijakan. Keempat, harus menulis sejarah. Sejarah itu kekuatan. Santri harus menulis sejarah,” imbuh Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Rembang ini.
Selanjutnya, Faishol Firdaus menjadi narasumber kedua dengan topik Peluang dan Tantangan Santri di Era Digital.
Faishol menyampaikan bahwa harus paham perkembangan dunia.
“Santri tidak hanya bisa mengaji, tidak hanya bisa jurumiyah dan alfiyyah, tapi santri harus paham perkembangan dunia. Santri harus bisa bahasa Inggris, karena saat ini Amerika penguasa dunia, oleh karena itu santri harus bisa bahasanya,” terang Wakil Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok.
Faishol menambahkan bahwa santri harus bisa beradaptasi.
“Di era globalisasi digital seperti sekarang ini, santri harus bisa dan memiliki kemampuan beradaptasi,” tambah Alumni Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus.
Di akhir, ia berpesan bahwa santri harus berfilosofi ala Sunan Kudus.
“Santri harus bisa Gusjigang. Gus adalah bagus akhlaknya. Santri harus bermoral. Ji adalah pinter ngaji, santri harus pintar ngaji, ilmiah dan juga amaliyah. Gang adalah pinter dagang. Dalam artian santri harus paham realita dunia,” pesan Dosen Hubungan Internasional Universitas Wahid Hasyim (UNWAHAS) Semarang.