“Buku dilawan dengan buku.” Kalimat di awal bagian “Kata Pengantar” itu merupakan ungkapan yang tepat untuk menggambarkan buku Dalil Sejarah TBS. Buku ini merupakan resensi kritis dari alumni TBS terhadap buku KHR. Asnawi Satu Abad Qudsiyyah Jejak Kiprah Santri Menara atau oleh penulis disingkat SAQ. Buku ini mewakili rasa kecewa, marah, dan tidak terima dari kalangan alumni Madrasah TBS terhadap buku SAQ dan penulisnya. Pembuatan buku ini dilatarbelakangi oleh adanya kesalahan isi buku SAQ mengenai TBS.
Isi buku diawali dengan “Sebuah Kronologi” sebelum diterbitkannya buku Dalil Sejarah TBS. Diceritakan secara runtut bagaimana peristiwa-peristiwa yang menyebabkan diterbitkannya buku ini. Dimulai dari diterbitkannya buku SAQ pada tahun 2016, lalu dilanjut keresahan dan kekecewaan para alumni TBS terhadap buku SAQ dua tahun setelahnya. Keresahan dan kekecewaan itu bermula dari screenshoot salah satu halaman SAQ yang menyinggung Madrasah TBS yang diperbincangkan di grup Santri TBS. Selanjutnya muncul tindakan-tindakan tegas dari para alumni TBS kepada para penulis buku SAQ. Mulai dari mendatangi langsung penulis buku SAQ, seperti Rikza Chamami, melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang berkaitan, sampai dikeluarkannya surat dan somasi yang isinya meminta agar para penulis meminta maaf, mengklarifikasi, menarik kembali buku SAQ dari edaran dan merevisinya. Penulis buku SAQ pun merespon semua tindakan-tindakan dari para alumni TBS, seperti sowan ke ndalem KH. Ma’mun Ahmad dan mengirim surat jawaban, yang diwakili oleh H. Ihsan. Namun, pihak TBS merasa kecewa lantaran surat jawabannya tidak berkop surat, tidak berstempel, hanya ditandantangani satu orang, dan isinya pun seperti pembelaan.
Bagian kedua adalah “Panggung dan Akrobat”. Bagian ini berisi pendapat penulis bahwa buku SAQ hanyalah buku yang dijadikan panggung akrobat intelektual para penulisnya. Hal itu ditunjukkan pada kutipan kutipan buku halaman 35, yaitu: “Lagi-lagi, saya mengamini kalau buku SAQ hanya kompilasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kecuali hanya sebagai akrobat intelektual semu.”. Menurut penulis, data yang disajikan pada buku SAQ cenderung serampangan dan menihilkan jejak-jejak penelitian sejarah yang serius, ilmiah, kronologis, sistematis, dan faktual.
Bagian selanjutnya adalah bagian-bagian yang berisi ulasan mengenai hal-hal tentang TBS yang dimuat secara salah dalam buku SAQ. Bagian-bagian itu adalah “TBS Kompromi dengan Belanda?”; “Membedah Sejarah Berdirinya TBS”; “Peladjaran Tinggi Pergoeroean TBS”; dan “Mereka Menggugat KH. Ma’mun Ahmad”. Sebelumnya pada bagian Sebuah Kronologi, tepatnya di halaman 4, disebutkan ada 3 hal yang salah mengenai Madrasah TBS pada buku SAQ, yaitu:
1. Halaman 44 (kata school dimaknai “bagian kompromi dengan Belanda”, sebagaimana Madrasah TBS dulu pernah menggunakan kata tersebut di zaman Indonesia bergerak menuju kemerdekaan),
2. Halaman 44, 75, 86 (pendiri Madrasah TBS yang tidak konsisten disebut satu nama dan tidak ada sumber otentiknya),
3. Halaman 145 (judgement sepihak yang menganggap KH. Ma’mun Ahmad, murid kinasih KH. Asnawi yang juga kiai sepuh pengasuh Pondok Pesantren Tasywiquth-Thullab Balaitengahan dan Madrasah TBS Kudus, disimpulkan sebagai “orangnya biasa-biasa saja (tidak alim), cuma ayahnya orang alim dan mempunyai pondok”).
Bagian-bagian itu secara garis besar isinya adalah penyajian data yang benar mengenai hal-hal tentang TBS yang salah pada buku SAQ. Pada bagian “TBS Kompromi dengan Belanda?” berisi data mengenai mengapa TBS menggunakan kata school. Alasannya bukanlah kompromi dengan Belanda seperti yang dituduhkan penulis SAQ, melainkan sebagai strategi kreatif memanfaatkan politik etis Belanda di bidang pendidikan. Pada bagian “Membedah Sejarah Berdirinya TBS” berisi sejarah singkat berdirinya TBS, mulai dari pendiri yang memiliki dua versi berbeda, sampai waktu berdirinya pada 7 Jumadal Akhirah 1347 H (sumber dari Dokumen Mbah Tur) yang versi Miladiyahnya berbeda. Pada bagian “Peladjaran Tinggi Pergoeroean TBS” juga melanjutkan sejarah singkat Madrasah TBS pada masa awal berdirinya. Terakhir—walaupun bukan paling akhir dari buku—pada bagian “Mereka Menggugat KH. Ma’mun Ahmad” berisi bagaimana sosok KH. Ma’mun Ahmad dan kealiman beliau.
Buku ini merupakan buku yang sangat menarik bagi saya. Buku ini memang resensi terhadap buku lain, tetapi melebihi resensi pada biasanya. Di buku ini tersaji data yang faktual dan tersusun secara sistematis dan kronologis. Penulis seakan tidak mau ceroboh dalam menyajikan data sejarah dan hal-hal yang berkaitan dengan Madrasah TBS. Penulis menyajikan sebuah kronologi mengapa diterbikannya buku ini secara runtut. Dalam penulisannya pun jelas waktu dan tempat kejadiannya.
Di buku ini tersaji kisah sejarah yang menarik. Banyak tersaji sejarah singkat mengenai TBS, serta sosok-sosok yang berpengaruh bagi TBS, seperti KH. Muhith, KH. Nur Chudrin, KH. Abdul Jalil Hamid, KH. Ma’mun Ahmad, dan KH. Turaichan Adjuri. Setiap cerita mengenai sejarah TBS yang tersaji disertakan sumber yang jelas. Di buku ini pun terdapat catatan kaki yang mampu memberikan penjelasan yang rinci.
Buku ini pun tidak hanya menyajikan sejarah, tetapi juga menyajikan sedikit keilmuan lain, seperti ilmu falak. Hal itu tersaji pada bagian “Rahasia Tanggal Berdirinya TBS” yang berupa rumus hisab dan penanggalan. Selain itu juga terdapat kutipan-kutipan dari kitab Ta’lim Muta’allim yang berisi mengenai segala hal tentang mencari ilmu.
Setiap karya pasti ada kekurangannya, termasuk buku Dalil Sejarah TBS ini. Kekurangan dari buku ini adalah masih terdapat kesalahan dalam penulisan, seperti penulisan kata “bersetmpel” pada halaman 18. Selain itu, buku ini pun belum ber-ISBN. Padahal diterbitkan oleh penerbit asal Jepara, yaitu Diroz Pustaka. Walaupun belum ber-ISBN, buku ini tetap memiliki daya tarik dan kualitas yang bagus. Isi dari buku ini dapat dipahami dengan cukup jelas, walaupun saya agak bingung mengenai ilmu penanggalan yang sedikit disinggung di buku ini karena saya memang belum pernah mempelajarinya. Harapan saya adalah buku ini dapat ber-ISBN pada cetakan-cetakan selanjutnya. Buku ini sangat layak untuk dibaca semua kalangan, tidak hanya siswa, santri, maupun alumni TBS saja.